JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan terhadap uji materiil Pasal 55 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sidang Pengucapan Putusan atas permohonan Perkara Nomor 149/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Cecilia Soetanto ini dilaksanakan di Ruang Sidang Pleno, Gedung 1, MK pada Selasa (16/1/2024).
Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dalam pertimbangan hukum menyebutkan bahwa melalui Putusan MK Nomor 22/PUU-XVI/2018 lalu, Mahkamah telah berpendirian mengenai Pasal 55 UU PTUN konstitusional. Sehingga segala bentuk perluasan batas waktu pengajuan gugatan, termasuk bagi pihak ketiga yang tidak dituju langsung oleh Ketentuan Ttata Usaha Negara (KTUN) menjadi kewenangan pembentuk undang-undang. Sehingga tanpa bermaksud menilai legalitas SEMA 2/1991 dan SEMA 3/2015, sambung Guntur, hal demikian tidak dapat memengaruhi keberlakuan Pasal 55 UU PTUN yang telah dimaknai oleh Putusan Mahkamah tersebut sebagai peraturan yang lebih tinggi dan memiliki kekuatan hukum mengikat terhadap seluruh warga negara Indonesia.
“Ketentuan dalam Pasal 55 UU PTUN telah memberikan kepastian hukum yang adil serta kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan sebagaimana dijamin dalam Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 yang didalilkan oleh Pemohon, sehingga permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” jelas Guntur.
Baca juga:
Hak Waris Terhalangi Akibat Tenggang Waktu Gugatan di PTUN
Ahli Waris Pertegas Penyebab Terhalangi Haknya atas Tenggang Waktu Gugatan di PTUN
Pada sidang pemeriksaan pendahuluan pada Senin (4/12/2023) lalu, Pemohon menjelaskan kasus konkret bahwa permasalahan KTP ganda telah diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Namun pada kenyataannya, pelanggaran atas kepemilikan identitas ganda ini masih sering ditemui, termasuk yang dialami Pemohon saat harus menghadapi kebuntuan dengan dikeluarkannya Putusan PTUN Nomor 150/G/2023/PTUN.JKT. Bahwa ayah dari Pemohon memiliki dua identitas dengan nama yang sangat mirip, sehingga sangat memungkinkan diterbitkannya dua akta kematian, dua surat keterangan waris, dan dua kasus gugat-menggugat karena ketidakjelasan administrasi atas satu orang yang sama dengan nama berbeda. Akibat dari kesalahan dalam data kependudukan dari orang tua Pemohon, dirinya tidak dapat menyelesaikan permasalah utama dalam memperoleh hak waris yang dipermasalahkan (Pengugat) di PTUN. Sebab, Disdukcapil tidak dapat menghilangkan begitu saja data kependudukan ganda yang menjadi dasar dalam penyelesaian gugatan di pengadilan akibat adanya putusan peradilan yang berkekuatan hukum tetap. (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F