JAKARTA, HUMAS MKRI – Majelis Hakim Konstitusi menilai menghilangkan proses magang sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi bagi calon advokat meski telah berpengalaman sebagai penegak hukum merupakan dalil yang tidak dapat dibenarkan. Sebab, advokat tak hanya harus berpotensi menjadi kuasa hukum dalam perkara pidana, tetapi juga harus secara komprehensif menguasai semua jenis hukum formil maupun materil pada bidang hukum publik dan privat. Demikian pertimbangan hukum Mahkamah terhadap dalil pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat pada Sidang Pengucapan Putusan MK yang digelar pada Kamis (21/12/2023).
Terhadap dalil Pemohon Perkara Nomor 138/PUU-XXI/2023 ini, Mahkamah mewajibkan pentingnya magang bagi para calon advokat. Apabila kewajiban magang dibebaskan bagi calon advokat—meski telah berpengalaman sebagai penegak hukum pada lembaga hukum, termasuk pada lembaga hukum administrasi—akan berakibat tidak adanya kompetensi menyeluruh dari karakter hukum acara maupun hukum materiil dari semua lingkungan peradilan di Indonesia. Oleh karenanya, ketentuan Pasal 3 ayat (1) huruf g UU Advokat tidak menimbulkan kepastian hukum dan perlakukan berbeda di hadapan hukum, sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) UUD NRI 1945 sebagaimana didalikan Pemohon tidak beralasan menuru hukum untuk seluruhnya.
“Mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Suhartoyo saat membacakan Amar Putusan perkara yang diajukan oleh Indra Sofian yang menjabat Investigator Utama Pertama pada Direktorat Pengawasan Kemitraan, Deputi Bidang Penegakan Hukum, Komisi Pengawas Persaingan Usaha RI.
Sebagai informasi tambahan, Pemohon menceritakan telah mengalami kerugian dengan adanya ketentuan a quo. Pemohon telah memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun menjadi investigator selaku penegak hukum di KPPU. Selain itu berdasarkan Kongres Advokat Indonesia (KAI) pensiunan penegak hukum dan militer yang sudah mumpuni berpraktik sebagai advokat tidak perlu mengikuti magang di kantor advokat. Pemohon juga berpendapat bahwa statusnya yang bukan sebagai “Pegawai Negeri” atau pejabat negara, sehingga seharusnya tidak ada larangan untuk menjadi seorang Advokat. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Pemohon meminta MK untuk menerima permohonannya dan menyatakan bahwa Pasal 3 ayat (1) huruf c dan g Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F.