JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) pada Rabu (13/12/2023). Perkara Nomor 97/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh tujuh prajurit TNI, di antaranya Kresno Buntoro, (Pemohon I/Prajurit TNI aktif dengan Pangkat Laksamana Muda TNI; Sumaryo (Pemohon II/Prajurit TNI aktif dengan pangkat Kolonel Chk); Suwardi (Pemohon III/Prajurit TNI aktif dengan pangkat Sersan Kepala); Lasman Nahampun (Pemohon IV/Purnawirawan Prajurit TNI dengan pangkat terakhir Kolonel Laut); Eko Haryanto (Pemohon V/Purnawirawan Prajurit TNI dengan pangkat terakhir Kolonel Chk); Sumanto (Pemohon VI/Purnawirawan Prajurit TNI dengan pangkat terakhir Letda Sus); dan Marwan Suliandi (Pemohon VII/Prajurit Militer bertugas sebagai Hakim Militer). Sidang yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK ini dilaksanakan dengan agenda konfirmasi atas informasi yang disampaikan ke Kepaniteraan MK untuk dilakukan penarikan kembali permohonan oleh para Pemohon.
“Pasca-mendengarkan keterangan Pemerintah pada 23 November 2023 lalu tentang adanya kompleksitas norma yang diujikan serta dalam prioritas penyusunannya dalam prolegnas, jadi kami bersepakat menyerahkannya pada pembentuk undang-undang dan menyatakan menarik kembali permohonan ini,” ujar Viktor S. Tandiasa selaku kuasa hukum para Pemohon yang membenarkan informasi penarikan permohonan pihaknya tersebut.
Sebelum menutup persidangan ini, Ketua MK Suhartoyo menyebutkan atas pernyataan konfirmasi penarikan kembali permohonan para Pemohon ini akan disampaikan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim untuk diputuskan secara bersama-sama. Selanjutnya para Pemohon diharapkan dapat menunggu informasi dari Kepaniteraan MK atas putusan permohonan yang telah diajukan ini.
Baca juga: Menanti Kepastian Hukum Batas Usia Pensiun TNI
Sebagai informasi, saat sidang pemeriksaan pendahuluan pada Kamis (07/09/2023), para Pemohon melalui Viktor Santoso Tandiasa selaku kuasa hukum mengungkapkan, persoalan batas usia masa dinas Keprajuritan TNI yang diatur dalam Pasal 53 UU TNI. Meskipun sudah diputus MK dalam Putusan Nomor 62/PUU-XIX/2021 dengan memerintahkan pembentuk undang-undang untuk melakukan perubahan ketentuan a quo, tetapi sampai dengan saat ini belum direalisasikan Pasal 53 UU TNI menyatakan, “Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun bagi perwira, dan 53 (lima puluh tiga) tahun bagi bintara dan tamtama”.
Para Pemohon mengatakan perlunya kesetaraan ketentuan batas usia masa dinas (pensiun) di antara profesi abdi negara di Indonesia. Hal ini mengingat berbagai peraturan perundang-undangan lain yang juga mengatur profesi abdi negara (seperti Polri, ASN, Jaksa, Guru/Dosen, Hakim), ternyata menentukan batas usia pensiun mencapai 60 tahun bahkan mencapai paling tinggi 70 tahun. Penyesuaian batas usia pensiun prajurit TNI menjadi paling tinggi 60 tahun sekaligus sebagai bentuk penghargaan negara atas pengabdian yang telah dilakukan oleh prajurit TNI yang masih berada dalam rentang usia produktif, serta memberikan jaminan kesejahteraan yang lebih lama atau setidak-tidaknya setara dengan yang dinikmati oleh anggota Polri, ASN, Jaksa, Guru/Dosen, Hakim selaku profesi abdi negara atas kelangsungan hidup mereka.
Oleh karena itu, para Pemohon dalam petitum provisi, sebelum MK menjatuhkan putusan akhir, mereka meminta MK menyatakan menunda pelaksanaan Pasal 53 UU TNI hingga adanya putusan akhir MK. Kemudian, dalam petitum pokok perkara, mereka meminta MK menyatakan Pasal 53 UU TNI bertentangan secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun bagi perwira dan 58 (lima puluhdelapan) tahun bagi bintara dan tamtama”.(*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F.