JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji materiil Pasal 55 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Senin (4/12/2023). Sidang Panel atas permohonan Perkara Nomor 149/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Cecilia Soetanto ini dilaksanakan di Ruang Sidang Pleno MK.
Di hadapan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah, Hakim Konstitusi Anwar Usman, dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, Pemohon melalui Yoshua Adhinugraha Mandiraatmadja (kuasa Pemohon) menyampaikan pokok-pokok permohonan. Pemohon mempersoalkan Pasal 55 UU PTUN yang menyatakan “Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara” yang dinilai mempersulit Pemohon dalam memperoleh hak waris.
Pasalnya pada kasus konkret, permasalahan KTP ganda telah diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Namun pada kenyataannya, pelanggaran atas kepemilikan identitas ganda ini masih sering ditemui, termasuk yang dialami Pemohon saat harus menghadapi kebuntuan dengan dikeluarkannya Putusan PTUN Nomor 150/G/2023/PTUN.JKT. Bahwa ayah dari Pemohon memiliki dua identitas dengan nama yang sangat mirip, sehingga sangat memungkinkan diterbitkannya dua akta kematian, dua surat keterangan waris, dan dua kasus gugat-menggugat karena ketidakjelasan administrasi atas satu orang yang sama dengan nama berbeda. Akibat dari kesalahan dalam data kependudukan dari orang tua Pemohon, dirinya tidak dapat menyelesaikan permasalah utama dalam memperoleh hak waris yang dipermasalahkan (Pengugat) di PTUN. Sebab, Disdukcapil tidak dapat menghilangkan begitu saja data kependudukan ganda yang menjadi dasar dalam penyelesaian gugatan di pengadilan akibat adanya putusan peradilan yang berkekuatan hukum tetap.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 55 PTUN tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat (conditionally constitutional) sepanjang dimaknai bahwa 90 (sembilan puluh) hari yang tercantum dalam tenggang waktu tersebut dalam hal adanya data kependudukan yang ganda dihitung dari sejak adanya Surat Keterangan dari Disdukcapil yang menyatakan telah memeriksa kelengkapan berkas kependudukan 2 (dua) KTP tersebut dan tidak menemukan alasan jelas untuk menghilangkan salah satu data KTP tersebut sehingga memerlukan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara terlebih dahulu.
Bukan Penyelesaian Kasus Konkret
Atas permohonan ini, Hakim Konstitusi Anwar Usman dalam nasihat Majelis Hakim Panel mempertanyakan identitas atas kepemilikan KTP atas nama Robert Soetanto dan Raden Soetanto yang menjadi permasalahan dari perkara ini. Sebab, tidak mungkin dua identitas terbit atas satu orang yang sama.
Sementara Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam nasihatnya mencermati penting bagi Pemohon untuk memahami MK merupakan peradilan yang tidak menyelesaikan kasus konkret, sehingga alasan permohonan yang dimohonkan harus mendekati kerugian konstitusional yang diakibatkan oleh norma yang diujikan.
“Meskipun kasus konkret itu dapat menjadi jalan dalam mengajukan kerugian hak konstitusional. Jadi perlu diuraikan keterkaitan syarat kerugian konstitusional yang telah dikutipkan tersebut hak-hak yang terlanggar itu apa saja yang dirugikan oleh berlakunya norma yang diujikan ini,” saran Enny.
Berikutnya, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dalam nasihatnya agar Pemohon memahami PMK 2/2021 agar semakin memahami ketentuan hukum acara MK sehingga dapat mencermati sistematika dari permohonan yang tepat. “Sederhananya, pada permohonan Pemohon tidak mengutip pasal yang diujikan dengan UUD 1945. Kemudian Pemohon perlu mempelajari permohonan terdahulu agar tidak nebis en idem dan perkuat legal standing bahwa prinsipal pernah menggugat PTUN terkait hal ini dan diputus dengan putusan tidak dapat diterima karena melewati masa 90 hari,” terang Guntur.
Pada akhir persidangan, Guntur menyebutkan bahwa Pemohon diberikan waktu selama 14 hari untuk menyempurnakan permohonan. Naskah perbaikan dapat diserahkan selambat-lambatnya pada Senin, 18 Desember 2023 pukul 09.00 WIB ke Kepaniteraan MK. (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F