JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang lanjutan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) terhadap UUD 1945 kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (23/11/2023). Permohonan Nomor 97/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh tujuh prajurit TNI. Agenda sidang yaitu mendengarkan keterangan DPR, dan Presiden/Pemerintah.
Kebijakan Hukum Terbuka
Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari yang akrab dipanggil Tobas, dalam persidangan mengatakan persoalan norma yang didalilkan oleh Para Pemohon yang berkaitan dengan pengaturan batas usia pensiun TNI khususnya bagi perwira dan bagi bintara dan tamtama, merupakan open legal policy yang dimiliki oleh pembentuk undang-undang untuk mengaturnya. Selain itu, permohonan Para Pemohon jelas merupakan persoalan yang berkaitan dengan implementasi norma UU TNI. Adapun apabila Para Pemohon memiliki masukan serta aspirasi mengenai pengaturan dalam UU TNI khususnya berkaitan dengan batas usia pensiun TNI, maka Para Pemohon dapat menyampaikannya kepada pemerintah maupun DPR RI selaku pembentuk undang-undang.
“Kekhawatiran Para Pemohon terkait belum dibahasnya revisi UU TNI, lebih tepat ditujukan kepada pembentuk undang-undang, yakni DPR RI dan Presiden, yang dalam penyampaiannya dapat pula mengajukan kajian dan dasar rasionalitas yang dapat memperkuat untuk perlunya memperpanjang usia pensiun dari prajurit TNI sebagaimana abdi negara lainnya kepada pembentuk undang-undang,” kata Tobas menyampaikan keterangan DPR di hadapan Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi tujuh Hakim Konstitusi.
Tobas lebih lanjut mengatakan, Para Pemohon mendalilkan ketentuan Pasal 53 UU TNI yang mengatur batas usia pensiun TNI sangat tidak sepadan dan timpang jauh dengan ketentuan usia pensiun profesi abdi negara lainnya (Polri, ASN, Jaksa, Guru/Dosen/Hakim) sehingga menimbulkan perbedaan perlakuan yang mencederai rasa keadilan. Terhadap dalil tersebut, DPR RI berpandangan bahwa dikarenakan usia pensiun merupakan kebijakan hukum terbuka yang dimiliki oleh pembentuk undang-undang maka pengaturan batas usia pensiun tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi dari masing-masing institusi tersebut serta disesuaikan dengan beban tugas dan tanggung jawab yang diberikan.
“Dalam hal ini TNI sebagai alat pertahanan negara memiliki karakteristik tugas dan tanggung jawab yang berbeda dengan profesi lainnya (Polri, ASN, Jaksa, Guru/Dosen, Hakim) meskipun profesi-profesi tersebut tergolong sebagai abdi negara,” tegas Tobas.
Sementara pemerintah yang diwakili Staf Khusus Menteri Pertahanan Bidang Kerja Sama Kelembagaan, Marsekal Muda (Purn) Bambang Eko mengatakan kerugian yang berkenaan dengan perbedaan batas usia pensiun TNI dan Polri merupakan constitutional complaint yang tidak dapat digunakan sebagai dalil kerugian para Pemohon. Selain itu, para Pemohon tidak dapat menguraikan dengan jelas kerugian konstitusionalnya.
Menurut Pemerintah, batas usia pensiun secara profesional ditentukan oleh pembentuk undang-undang berdasarkan kebutuhan masing-masing institusi tersebut, sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Penentuan batas usia pensiun tersebut, tentunya juga harus memperhatikan postur pertahanan negara, rencana kebutuhan personil dan keahlian yang dibutuhkan berdasarkan analisa jabatan yang ada pada institusi TNI.
Pengakhiran masa dinas keprajuritan diperlukan untuk regenerasi dalam institusi tersebut dengan sumber daya manusia yang baru. Penentuan batasan usia pensiun pada hakikatnya merupakan kebijakan hukum terbuka atau open legal policy yang dimiliki oleh pembentuk undang-undang. Hal tersebut sepenuhnya merupakan kewenangan membentuk undang-undang yang apa pun pilihannya tidak dilarang dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945. Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi tersebut, terkait dengan batasan usia jelas merupakan suatu kebijakan hukum terbuka (open legal policy) dan kewenangan penuh pembentuk undang-undang.
Baca juga:
Prajurit TNI Persoalkan Batas Usia Pensiun
Tujuh Prajurit TNI Minta MK Jatuhkan Putusan Sela Uji Usia Pensiun
Pemerintah Belum Siap Beri Keterangan dalam Sidang Uji UU TNI
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 97/PUU-XXI/2023 diajukan oleh tujuh prajurit TNI yang tediri atas prajurit aktif dan purnawirawan. Mereka adalah, Pemohon I yaitu Kresno Buntoro, Prajurit TNI aktif dengan Pangkat Laksamana Muda TNI. Pemohon II, Sumaryo, Prajurit TNI aktif dengan pangkat Kolonel Chk. Pemohon III, Suwardi, Prajurit TNI aktif dengan pangkat Sersan Kepala. Pemohon IV, Lasman Nahampun, Purnawirawan Prajurit TNI dengan pangkat terakhir Kolonel Laut. Pemohon V, Eko Haryanto, Purnawirawan Prajurit TNI dengan pangkat terakhir Kolonel Chk. Pemohon VI, Sumanto, Purnawirawan Prajurit TNI dengan pangkat terakhir Letda Sus. Terakhir, Pemohon VII, Marwan Suliandi, Prajurit Militer bertugas sebagai Hakim Militer.
Para Pemohon mengujikan ketentuan batas usia pensiun dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Pasal 53 UU TNI menyatakan, “Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun bagi perwira, dan 53 (lima puluh tiga) tahun bagi bintara dan tamtama”.
Dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan di MK pada Kamis (07/09/2023), Viktor Santoso Tandiasa selaku kuasa hukum para Pemohon mengungkapkan, persoalan batas usia masa dinas Keprajuritan TNI yang diatur dalam Pasal 53 UU TNI, meskipun sudah diputus MK dalam Putusan Nomor 62/PUU-XIX/2021 dengan memerintahkan pembentuk undang-undang untuk melakukan perubahan ketentuan a quo, tetapi sampai dengan saat ini belum direalisasikan.
Usia Pensiun 60 Tahun
Viktor menjelaskan perlunya kesetaraan ketentuan batas usia masa dinas (pensiun) di antara profesi abdi negara di Indonesia. Hal ini mengingat berbagai peraturan perundang-undangan lain yang juga mengatur profesi abdi negara (seperti Polri, ASN, Jaksa, Guru/Dosen, Hakim), ternyata menentukan batas usia pensiun mencapai 60 tahun bahkan mencapai paling tinggi 70 tahun.
Penyesuaian batas usia pensiun prajurit TNI menjadi paling tinggi 60 tahun sekaligus sebagai bentuk penghargaan negara atas pengabdian yang telah dilakukan oleh prajurit TNI yang masih berada dalam rentang usia produktif, serta memberikan jaminan kesejahteraan yang lebih lama atau setidak-tidaknya setara dengan yang dinikmati oleh anggota Polri, ASN, Jaksa, Guru/Dosen, Hakim selaku profesi abdi negara atas kelangsungan hidup mereka.
Oleh karena itu, para Pemohon dalam petitum provisi, sebelum MK menjatuhkan putusan akhir, mereka meminta MK menyatakan menunda pelaksanaan Pasal 53 UU TNI hingga adanya putusan akhir MK.
Kemudian, dalam petitum pokok perkara, mereka meminta MK menyatakan Pasal 53 UU TNI bertentangan secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun bagi perwira dan 58 (lima puluhdelapan) tahun bagi bintara dan tamtama”.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.