JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji konstitusionalitas Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada Senin (20/11/2023). Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) bernama Brahma Aryana hadir pada sidang kedua dengan agenda menyampaikan perbaikan permohonan ke MK dengan didampingi kuasa hukum Viktor Santoso Tandiasa.
Viktor menjelaskan beberapa perbaikan dalam permohonan Nomor 141/PUU-XXI/2023. Di antaranya, pada poin kedudukan hukum Pemohon yang aktif sebagai bagian dari Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia. Kemudian penjelasan mengenai pelanggaran etik berat yang telah diputus oleh MKMK terhadap Hakim Terlapor atas Putusan 90/PUU-XIX/2023. Pemohon juga telah membuat penegasan landasan konstitusional keberlakuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang telah dimaknai MK dalam Putusan 90/PUU-XIX/2023. Selain itu, Pemohon menjelaskan kerugian konstitusionalnya akibat intervensi kekuasaan terhadap frasa yang ada pada pasal yang diujikan, dan penyempurnaan petitum Pemohon.
“Terhadap permohonan Pemohon bahwa Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang pada intinya menyatakan kekuasaan kehakiman haruslah merdeka, sehingga dengan ini telah nyata terdapat pelanggaran atas kemerdekaan kekuasaan kehakiman, mulai dari pemeriksaan hingga diucapkannya Putusan Perkara 90/PUU-XIX/2023... Ini penting untuk MK mengembalikan marwah karena putusan MK menjadi tafsir akhir dari UUD 1945,” kata Viktor menyebutkan pokok-pokok perbaikan di hadapan Sidang Majelis Panel yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam petitum yang telah disempurnakan, Pemohon meminta kepada Mahkamah agar menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang selengkapnya berbunyi, “Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah pada tingkat provinsi yakni Gubernur dan/atau Wakil Gubernur.”
Baca juga:
“Berpengalaman sebagai Gubernur” Jadi Isu Konstitusional Syarat Capres-Cawapres
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 141/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Brahma Aryana, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia). Brahma menguji konstitusionalitas Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Berdasarkan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, MK memaknai Pasal 169 huruf q UU Pemilu menjadi “Persyaratan menjadi calon presiden dan wakil presiden adalah: q. Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.
Dalam sidang pemeriksaan pendahukuan di MK pada Rabu (8/11/2023) kuasa hukum Brahma, Viktor Santoso Tandiasa menyatakan, pasal tersebut pada frasa “yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”, adalah bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai “yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah tingkat provinsi”.
Pemohon menilai pasal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum karena pada tingkat jabatan apa yang dimaksud pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah tersebut. Pasal tersebut memunculkan pertanyaan, apakah pada pemilihan kepada daerah tingkat provinsi, kabupaten/kota. Atau dalam rezim pemilu, apakah pemilihan DPR, DPRD, atau DPD. Adanya pemaknaan yang berbeda-beda ini menimbulkan ketidakpastian hukum apabila dilihat dari legitimasi amar putusan atas frasa yang telah dimaknai oleh MK tersebut. Sederhananya, melalui permohonan ini Pemohon menginginkan hanya gubernur yang belum berusia 40 tahun yang dapat mengajukan diri sebagai calon presiden dan calon wakil presiden.
“Terhadap pemaknaan yang dituangkan dalam amar putusan (Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023) yang mengikat menggantikan ketentuan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 telah membuka peluang bagi setiap warga negara yang pada usia terendah 21 tahun dapat mendaftarkan diri sebagai calon presiden dan calon wakil presiden sepanjang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah. Hal tersebut tentunya dapat mempertaruhkan nasib keberlangsungan negara Indonesia yang memiliki wilayah sangat luas serta memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, … sehingga dibutuhkan pemimpin negara yang berpengalaman dan kemapanan mental serta kedewasaan dalam memimpin,” terang Viktor dalam Sidang Panel yang dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
Atas dalil-dalil tersebut, Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terhadap frasa “yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah” bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi.” Sehingga Pasal 169 huruf q UU Pemilu selengkapnya berbunyi, “Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi.”
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.
Humas: Raisa Ayuditha.