JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan Pengujian materiil Pasal 74 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek), pada Rabu (15/11/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara Nomor 144/PUU-XXI/2023 ini dimohonkan oleh Ricky Thio, perorangan warga negara Indonesia Pengusaha Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam negeri yang memiliki hak merek “HDCVI & LOGO” yang telah terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pemohon yang hadir didampingi kuasanya James Erikson Tamba dalam persidangan menyampaikan Pemohon meyakini norma hukum Merek yang dimaksudkan untuk melindungi UMKM seharusnya memperhatikan ciri UMKM dalam negeri. Selain itu, UU Merek seharusnya menumbuhkembangkan usaha-usaha UMKM dalam lingkup perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Menurut Pemohon, ketentuan hukum Pasal 74 ayat (1) UU Merek tentang penghapusan merek yang tidak digunakan selama tiga tahun dalam perdagangan, sangat merugikan UMKM yang memiliki modal terbatas dan dapat berubah sewaktu-waktu. Sehingga jika terjadi keadaan yang menyebabkan UMKM tidak dapat bereproduksi, misalnya terjadi Pandemi Covid-19, krisis ekonomi, dan lainnya sehingga hak mereknya tersebut dapat dihapuskan akibat berlakunya ketentuan Pasal 74 ayat (1) UU Merek.
Dalam permohonannya, Pemohon menjelaskan, ketentuan penghapusan merek Pasal 74 ayat (1) UU Merek sangat diskriminatif, merugikan usaha-usaha UMKM, dan dapat dijadikan sebagai alat untuk menjalankan praktik persaingan usaha yang tidak sehat. Oleh karena itu, Pasal 74 ayat (1) UU Merek dapat dijadikan sebagai alat untuk menjalankan praktik persaingan usaha yang tidak sehat dan mematikan pelaku usaha UMKM, apalagi jika ketentuan Pasal 74 ayat (1) UU Merek digunakan oleh pelaku usaha luar negeri untuk menghapuskan merek pelaku usaha UMKM dalam negeri seperti yang dialami oleh Pemohon.
Di samping itu, Pasal 74 ayat (1) UU Merek dinilai Pemohon bertentangan dengan prinsip norma hak kekayaan intelektual yang menekankan pada sifat inovatif. Pemohon mendalilkan ketentuan Pasal 74 UU Merek dapat dimanfaatkan pelaku usaha manapun hanya dengan menggunakan lembaga yang tidak memiliki kompetensi untuk menentukan digunakan atau tidak digunakannya suatu merek, untuk menggugat pelaku usaha pesaing pemilik hak merek. Sehingga pemilik hak merek dapat digugat secara terus menerus dan mengalami kerugian waktu dan tenaga dalam proses tersebut. Sehingga, berdasarkan uraian diatas maka Pemohon berkeyakinan Pasal74UU 20/2016 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (4), dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 dan sepatutnya dinyatakan tidak mengikat.
Kerugian Konstitusional
Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul menyarankan Pemohon untuk menguraikan mengenai kerugian konstitusional yang dialami oleh Pemohon dengan berlakunya pasal a quo. “Pemohon meyakinkan kepada Mahkamah bahwa Pemohon mengalami kerugian,” saran Manahan.
Kemudian, Hakim Konstitusi Arief Hidaya menyarankan agar Pemohon lebih menguraikan mengenai pertentangan pasal yang diuji dengan batu uji dalam UUD 1945. “Semakin banyak batu uji, maka uraian pertentangannya makin banyak. Apa pasal itu koheren atau berkorespondensi dengan UUD 1945? Coba ini diperhatikan,” ujar Arief yang juga menyarankan Pemohon agar focus menggunakan batu uji Pasal 28D dan Pasal 28H.
Sementara Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan Pemohon hanya menguraikan kasus konkret. Padahal dalam pengujian undang-undang harus dipenuhi syarat-syarat kerugian konstitusional. “Lihat putusan-putusan MK di laman, dan permohonan-permohonan ada syarat itu wajib dicantumkan. Kemudian uraikan,” jelasnya.
Sebelum menutup persidangan, Enny mengatakan pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Adapun batas maksimal perbaikan permohonan diterima oleh Kepaniteraan MK pada 28 November 2023 pukul 09.00 WIB. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F.