JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materil Pasal 193 ayat (2) huruf i Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) pada Selasa (31/10/2023). Permohonan diajukan oleh tiga anggota DPRD, yaitu Sefriths Eduard Dener Nau (Anggota DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan), Misban Ratmaji (Anggota DPRD Kota Mataram), dan Kardinal (Anggota DPRD Kabupaten Kampar).
“Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan Nomor 88/PUU-XXI/2023 dalam persidangan dengan didampingi delapan hakim konstitusi.
Anwar lebih lanjut dalam amar putusan menyatakan Pasal 193 ayat (2) huruf i UU Pemda bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “dikecualikan bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota jika: a. partai politik yang mencalonkan anggota tersebut tidak lagi menjadi peserta Pemilu atau kepengurusan partai politik tersebut sudah tidak ada lagi, b. anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota tidak diberhentikan atau tidak ditarik oleh partai politik yang mencalonkannya, c. tidak lagi terdapat calon pengganti yang terdaftar dalam Daftar Calon Tetap dari partai yang mencalonkannya.”
Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam pertimbangan hukum putusan tersebut menyatakan Pasal 193 ayat (2) huruf i UU 23/2014 telah menyebabkan para Pemohon harus berhenti dari jabatannya sebagai anggota DPRD kabupaten/kota, telah menimbulkan ketidakpastian hukum, ketidakadilan serta menutup ruang hak untuk memeroleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan sehingga bertentangan dengan Pasal 280 ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945.
Secara normatif, norma Pasal 193 ayat (1) UU 23/2014 menyatakan "Anggota DPRD kabupaten/kota berhenti antar-waktu karena alasan, a. meninggal dunia, b. mengundurkan diri, atau c diberhentikan. Lebih jauh, norma Pasal 193 ayat (2) UU 23/2023 menyatakan, "Anggota DPRD kabupaten kota diberhentikan antar-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila menjadi anggota partai politik lain.”
Sebagai bagian dari anggota partai politik, norma yang mengatur tentang tata cara pemberhentian anggota DPRD yang diberhentikan antar-waktu juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU 2/2008) dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU 17/2014). Terkait dengan hal tersebut, Pasal 16 ayat (1) UU 2/2008 menyatakan anggota partai politik diberhentikan keanggotannya dari partai politik apabila huruf c. menjadi anggota Partai Politik lain.
Dalam pertimbangannya, MK juga mengatakan Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik tidak mempunyai kekuatan hukum mengkat sepanjang tidak dimaknai, dikecualikan bagi anggota DPR atau DPRD jika a. partai politik yang mencalonkan anggota tersebut tidak lagi menjadi peserta Pemilu atau kepengurusan partai poitk tersebut sudah tidak ada lagi. b. anggota DPR atau DPRD tidak diberhentikan atau tidak ditarik oleh partai politik yang mencalonkannya. Dan c. Tidak lagi terdapat calon pengganti yang terdaftar dalam Daftar Calon Tetap dan partai yang mencalonkannya.
Menurut Mahkamah adanya fakta terkait dengan isu konstitusional pemberhentian anggota DPRD serta perpindahan keanggotaan partai politik yang dilakukan oleh anggota partai politik yang sedang menduduki jabatan anggota legislatif, telah dipertimbangkan dan dituangkan dalam amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 39/PUU-XI/2013.
Dengan demikian, norma Pasal 193 ayat (2) huruf i UU 23/2014 harus pula dimaknai secara bersyarat sebagaimana pemaknaan dalam amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 39/PUU-X/2013 hanya sepanjang berkenaan dengan status keanggotaan DPRD kabupaten kota. Mahkamah tetap mengikuti amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 39 PUU-X/2013 karena substansi atau materi yang diatur dalam norma Pasal 193 ayat (2) huruf i UU 23/2014 yang dimohonkan Pemohon secara substansi adalah sama dengan norma Pasal 16 ayat (3) UU 2/2008.
Baca juga:
Dilema Anggota DPRD dari Parpol Tak Lolos Verifikasi
Tiga Anggota DPRD Perjelas Petitum Mengenai PAW Karena Pindah Parpol
Sebagai tambahan informasi, tiga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) melakukan pengujian materil Pasal 193 ayat (2) huruf i UU Pemda. Ketiga anggota DPRD dimaksud yakni Sefriths Eduard Dener Nau (Anggota DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan), Misban Ratmaji (Anggota DPRD Kota Mataram), dan Kardinal (Anggota DPRD Kabupaten Kampar). Kepaniteraan MK meregistrasi permohonan ini dengan Nomor 88/PUU-XXI/2023.
Pasal 193 ayat (2) huruf i UU Pemda yang menyatakan, “Anggota DPRD kabupaten/kota diberhentikan antar-waktu karena… i. menjadi anggota partai politik lain.” Menurut para Pemohon, Pasal 193 ayat (2) huruf i UU Pemda tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Kamis (31/8/2023) di Ruang Sidang Pleno MK, Hendriyanus Rudyanto Tonubessi selaku kuasa hukum para Pemohon mengatakan, para Pemohon merupakan anggota legislatif yang terpilih melalui Pemilu 2019 dan menjadi anggota DPRD masa bakti 2019 hingga 2024. Pada Pemilu 2024 mendatang, para Pemohon juga sama-sama bermaksud mencalonkan diri. Namun Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) sebagai partai politik pengusungnya dinyatakan tidak lulus verifikasi sebagai peserta Pemilu 2024 sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 173 UU Pemilu.
Hal yang dapat dilakukan adalah menggabungkan diri pada parpol lain yang lulus verifikasi sebagai peserta Pemilu 2024. Berdasarkan SE Mendagri Nomor 100.2.1.4/4367/OTDA yang dibuat berdasarkan ketentuan pasal a quo, maka para Pemohon harus diberhentikan karena berpindah ke partai lain agar tetap bisa mencalonkan diri sebagai caleg pada masa pemilihan berikutnya.
Oleh karena itu, Dalam petitum, para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 193 ayat (2) huruf “i” UU Pemda bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “dikecualikan bagi anggota DPRD jika… a. parpol yang mencalonkan anggota tersebut tidak lagi menjadi peserta pemilu atau kepengurusan parpol tersebut sudah tidak ada lagi. b. anggota DPR/DPRD tidak diberhentikan atau tidak ditarik oleh partai politik yang mencalonkannya. c. tidak lagi terdapat calon pengganti yang terdaftar dalam daftar calon tetap dari partai yang mencalonkannya”.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.