JAKARTA, HUMAS MKRI - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menggelar rapat klarifikasi kepada Pelapor atas dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi pada Kamis (26/10/2023). Rapat MKMK dipimpin Jimly Asshiddiqie bersama Wahiduddin Adams, dan Bintan R. Saragih, berlangsung secara hybrid di Ruang Sidang Panel, Lantai 4, Gedung 2 MK dan secara zoom. Adapun para Pelapor peserta rapat di antaranya Perhimpunan Pemuda Madani; Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara); Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN); Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI); Ahmad Fatoni; LBH Cipta Karya Keadilan; Tim Advokasi Peduli Pemilu (TAPP).
“Kami namakan rapat klarifikasi. Jadi, bukan sidang sebagaimana dimaksud dalam PMK yang baru (PMK 1/2023), untuk mengatasi jangan sampai dianggap melanggar prosedur, walaupun substansinya seperti sidang pendahuluan. Ini juga untuk memastikan respons yang cepat karena isu ini berat dan serius serta sangat terkait dengan penjadwalan waktu pendaftaran capres, verifikasi oleh KPU, dan penetapan final status dari pasangan capres. Sedangkan di dalam materi laporan, ada yang disebutkan agar Putusan MK dibatalkan. Ini menunjukkan ada kegawatan dari segi waktu,” ucap Jimly selaku Ketua MKMK yang memimpin jalannya rapat.
Pada agenda rapat ini, Jimly pun melakukan klarifikasi kepada masing-maisng Pelapor untuk mempertegas pihak yang dinyatakan Terlapor dari setiap laporan yang diajukan kepada MKMK. Hal ini, sambung Jimly, untuk memastikan Terlapor yang akan dipanggil sesuai dengan dugaan yang dituangkan pada laporan. Dikatakan Jimly bahwa sebelum agenda klarifikasi ini ternyata, MK telah menerima laporan pada Agustus lalu bahkan sebelum Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 diucapkan oleh Majelis Hakim Konstitusi. untuk itu, MKMK akan berfokus pada tahap awal untuk melakukan registrasi atas laporan-laporan yang masuk. Sehingga para Pelapor mendapatkan tanda terima untuk kemudian dapat diproses pada tahap lanjutan dari proses etik di MK.
Kepentingan Hukum
Kepada para Pelapor yang hadir, MKMK juga melakukan klarifikasi terhadap kepentingan hukum yang diajukan atas setiap laporan. Sebab hal ini terkait dengan legal standing dari para Pelapor sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara penuh.
“Kami mewakili perseorangan yang memiliki kepentingan langsung. Kami sebagai pengajar tata negara, advokat, dan lembaga yang konsen pada mafia hukum, sehingga selama ini kami punya perhatian dengan prinsip independensi kekuasaan kehakiman agar tidak diintervensi oleh kekayaan dan kekuasaan termasuk pada MK. Jadi, untuk syarat capres/cawapres ini dasar kami bahwa perlu ada kontrol yang lebih efektif oleh publik terhadap MK,” sampai Denny Indrayana yang menghadiri rapat secara daring dari Melbourne, Australia.
Terhadap tiga Pelapor yang tidak menghadiri rapat, yakni Perkumpulan Aktivis Pemantau Hasil Reformasi 98; Lembaga Pemantau dan Pengawas Pejabat Negara (LPPPN); dan Lembaga Bantuan Hukum Barisan Relawan Jalan Perubahan Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, akan ditentukan kelanjutan proses administrasi terhadap laporannya. Pada akhir rapat, Jimly menyebutkan setelah dilakukan proses registrasi terhadap laporan, akan dilakukan pemanggilan terhadap para Pelapor untuk menghadiri sidang pendahuluan.
Senada dengan JImly, Bintan mengingatkan para Pelapor untuk bersiap menerima panggilan dari MKMK sebagaimana waktu sidang yang telah ditentukan. “Kami berharap pada hari gilirannya nanti para Pelapor bisa bawa bukti-bukti agar sidang ini serius karena disorot masyarakat atas pembuktian ini. Jika ada saksi dan ahli, maka informasikan pada kami karena ini hanya sampai 24 November 2023,” sampai Bintan.
Sebagai informasi, MKMK dijadwalkan memulai kerja sejak 24 Oktober 2023 hingga 24 November 2023. MKMK bertugas menerima laporan dugaan pelanggaran etik oleh hakim konstitusi. Pengangkatan MKMK tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Tahun 2023 tanggal 23 Oktober 2023. Pembentukan MKMK merupakan amanat Pasal 27A ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) yang menyatakan, “Untuk menegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi…”. Menindaklanjuti ketentuan tersebut, pada 3 Februari 2023, MK telah menetapkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (PMK 1/2023). MKMK berjumlah tiga orang yang terdiri dari 1 (satu) orang Hakim Konstitusi; 1 (satu) orang tokoh masyarakat; dan 1 (satu) orang akademisi yang berlatar belakang di bidang hukum.
Baca juga:
Anggota Majelis Kehormatan MK Resmi Dilantik
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.