JAKARTA, HUMAS MKRI - Seorang warga Batam, Indra Anjani, mengajukan permohonan pengujian materiel Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (UU Pengadaan Tanah) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang pemeriksaan pendahuluan untuk Perkara Nomor 137/PUU-XXI/2023 ini digelar pada Selasa (24/10/2023) di Ruang Sidang Panel MK. Komposisi panel hakim yang memeriksa perkara ini yakni Hakim Konstitusi Manahan M.P Sitompul (Ketua Panel), Wakil Ketua MK Saldi Isra, dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
Adapun pasal-pasal yang diujikan oleh Pemohon di antaranya Pasal 9 ayat (1), Pasal 10, dan Pasal 14 ayat (1). Pasal 9 ayat (1) UU Pengadaan Tanah yang menyatakan, “Penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentinan umum memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat.”
Kuasa hukum Pemohon, Muhammad Iqbal Kholidin menyebutkan norma tersebut tidak mendefinisikan dengan jelas pengertian dari ‘kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat’. Dampak konkret norma tersebut dalam pandangan Pemohon terlihat dari Pembangunan Rempang Eco
City yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN).
Padahal, sambung Iqbal, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk meredistribusikan tanah melalui fenomena agraria dalam rangka menciptakan keadilan sosial. Di samping itu, negara juga memiliki kewajiban hukum untuk meredistribusikan tanah kepada masyarakat yang tidak memiliki tanah. Singkatnya, atas pengadaan pembangunan proyek tersebut, masyarakat sejatinya mendapatkan ganti rugi. Namun hal itu tidak sepenuhnya berjalan karena terdapat perlakuan diskriminatif yang berpotensi terlanggarnya hak ulayat masyarakat yang ada di wilayah perairan pesisir sebagaimana dijamin Pasal 28I ayat (3) dan ayat (4) UUD NRI 1945.
“Pasal-pasal a quo tidak sesuai dengan konstitusi dan melanggar hak asasi manusia dan salah satunya tidak sesuai pula dengan Pasal 28I ayat (1) UUD NRI 1945,” sebut Iqbal membacakan pokok permohonan yang disampaikan secara daring.
Oleh karena itu, Pemohon dalam petitium provisinya meminta MK menyatakan untuk menghentikan PSN Rempang Eco City. Atau setidak-tidaknya menyatakan untuk menangguhkan PSN Rempang Eco City.
Selanjutnya, dalam petitum terhadap pokok permohonan, Pemohon meminta MK menyatakan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum bertentangan secara keseluruhan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat secara keseluruhan.
Argumentasi Permohonan
Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dalam nasihat Mahkamah mempertanyakan bacaan Pemohon atas PMK 2/2021 Pasal 10 ayat (2) huruf a yang memuat sistematika bagian awal dari permohonan yang diajukan ke MK. Selain itu, Daniel juga meminta agar Pemohon menambahkan kewenangan MK sebagaimana aturan terbaru yang ada pada beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam nasihatnya menyebutkan beberapa pasal yang dipersoalkan pada permohonan ini, di antaranya Pasal 9 ayat (1), Pasal 10, dan Pasal 14 ayat (1) perlu dibangun dengan argumentasi yang jelas.
“Jika ingin membatalkan semua UU ini maka harus dijelaskan, mengapa UU ini bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945? Penjelasan ini belum ada di permohonan ini. Jadi, pikirkan lagi apakah mau pasal-pasal tertentu atau keseluruhan UU ini yang diujikan. Jika melihat petitum, (Pemohon) ingin (mengujikan) semuanya. Tetapi pada alasan permohonan hanya pasal tertentu. Jika tidak diperbaiki, permohonan ini akan menjadi NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) atau kabur. Maka dari itu, supaya ada ketersambungan antara alasan mengajukan permohonan dengan petitum,” jelas Saldi.
Berikutnya Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul meminta agar Pemohon mencermati putusan MK terdahulu yang masih berkaitan dengan permohonan yang diajukan pada perkara ini. Pada Putusan Perkara Nomor 50/PUU-X/2012, sambung Manahan, MK telah memutuskan konstitusionalitas dari Pasal 9 ayat (1), Pasal 10, Pasal 14 ayat (1), Pasal 21 ayat (1) UU Pengadaan Tanah. “Jadi, mau mengatakan seluruh UU ini tidak mempunyai kekuatan hukum, maka pelajari dulu Perkara Nomor 50 itu. Dan coba juga pahami mengenai pelaksanaan dari undang-undang atau implementasinya di lapangan atau ini memang persoalan norma yang bermasalah,” sampai Manahan.
Pada akhir persidangan, Manahan menyebutkan Pemohon diberikan waktu selama 14 hari ke depan untuk menyempurnakan permohonan. Untuk kemudian naskah perbaikan dapat diserahkan selambat-lambatnya pada Senin, 6 November 2023 pukul 09.00 WIB ke Kepaniteraan MK.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.
Humas: Tiara Agustina.