JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengujian Pasal 56 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Muhammad Hafidz (Pemohon) yang merupakan karyawan swasta, dalam perkara Nomor 126/PUU-XXI/2023 ini mendalilkan pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Majelis Sidang Panel yang terdiri atas Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Suhartoyo, dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menggelar perkara tersebut di Ruang Sidang Panel MK pada Rabu (11/10/2023).
Pasal 56 ayat (3) UU MK menyatakan, “Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (92), Mahkamah Konstitusi menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
Analogi norma ini oleh Hafidz terkait dengan kasus konkret yang sedang dialaminya dalam pengajuan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Bahwa pada perkara ini, pihaknya akan ditetapkan (putusannya) dalam waktu paling lama satu tahun terhitung sejak tanggal dilakukannya pemutusan hubungan kerja. Sementara hingga saat ini MK belum menentukan batas waktu penyelesaian permohonan dan bahkan pengucapan putusan terhadap pengujian undang-undang dalam Perkara Nomor 94/PUU-XXI/2023. Dalam perkara tersebut, Pemohon mendalilkan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004) ke MK, yang sejalan dengan perjuangan gugatannya di Pengadilan Hubungan Industrial. Atas ketiadaan batas waktu penyelesaian perkara di MK ini, Pemohon berpotensi dirugikan hak konstitusionalnya karena tidak adanya jaminan hukum atas hilangnya hak-hak keperdataan Pemohon berupa uang kompensasi pesangon yang nyata-nyata terlanggar akibat berlakunya norma Pasal 82 UU 2/2004 tersebut.
“Keberlakuan suatu ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang yang telah melahirkan kerugian hak konstitusional seseorang, maka dalam hal ini negara dapat dituntut ganti rugi dan/atau rehabilitasi untuk mempertanggungjawabkan hilangnya hak keperdataan, martabat, dan/atau nama baik perorangan warga negara yang bersangkutan, sebagai perangkat kepastian hukum dari negara dalam menjamiin hak dan kewajiban setiap warga negaranya,” sebut Hafidz.
Oleh karena itu, dalam petitum Hafidz meminta kepada MK agar menyatakan Pasal 56 ayat (3) UU MK bertentangan dengan UUD 1945 jika tidak dimaknai “Pemohon yang hak konstitusionalnya telah terlanggar oleh materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang yang dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, berhak mendapatkan ganti rugi dan atau rehabilitasi dari negara, apabila berakibat pada hilangnya hak-hak keperdataan, martabat dan atau nama baik yang bersangkutan.”
Asas Berlaku Surut
Hakim Konstitusi Suhartoyo dalam nasihatnya menyebutkan terkait dengan kerugian potensial yang akan terjadi akibat keberlakuan pasal yang diujikan Pemohon ini, tidak dapat dinyatakan serta-merta berpacu dengan waktu atas perkara yang sedang diujikan di MK. “Untuk itu, berikan narasi yang menguatkan MK soal potensi kerugian berlakunya pasal, tidak hanya dengan alasan batas waktu yang terlewat akibat putusan MK yang diucapkan kemudian,” sampai Suhartoyo.
Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dalam nasihatnya mengatakan ganti rugi yang disebutkan pada permohonan terkait dengan implementasi norma, dan bukan esensi dari norma itu sendiri. Sehingga Pemohon diharapkan dapat memberikan pandangan dari negara-negara lain dalam penerapan asas berlaku surut dalam undang-undang yang telah diujikan ke pengadilan. “Ada teori baru yang bisa dijadikan untuk memperkuat argumentasi atau contoh di negara lain yang bisa disertakan pada permohonan ini nantinya,” jelas Daniel.
Usai memberikan nasihat, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams mengatakan Pemohon diberikan waktu selama 14 ke depan untuk menyempurnakan permohonan. Kemudian naskah perbaikan dapat diserahkan selambat-lambatnya pada Selasa, 24 Oktober 2023 pukul 09.00 WIB ke Kepaniteraan MK.
Baca juga:
Karyawan Swasta Persoalkan Biaya Perkara Gugatan PHI
Karyawan Swasta Perbaiki Uji Biaya Perkara Gugatan PHI
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.