JAKARTA, HUMAS MKRI - Dewan Pengurus Pusat Partai Ummat yang diwakili oleh Ridho Ramhadi (Ketua Umum) dan A. Muhajir (Sekretaris Jenderal) mengajukan pengujian Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terhadap Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 22E ayat (1) serta Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang pertama atas Perkara Nomor 124/PUU-XXI/2023 ini digelar Majelis Sidang Panel MK yakni Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih pada Selasa (10/10/2023).
Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu menyebutkan, “Partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4% (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.”
Partai Ummat merupakan partai politik yang telah lolos verifikasi dan sah sebagai peserta Pemilu 2024. Namun partai ini tidak memiliki wakil di DPR berdasar Pemilu 1999, 2004, 2014, dan 2019 yang membahas UU Pemilu. Karena Partai Ummat tidak ikut membahas UU Pemilu, maka dikecualikan dari parpol yang tidak diperkenankan mengajukan permohonan pengujian UU ke MK.
Pada perkara ini, Partai Ummat mempersoalkan tolok ukur 4% yang dijadikan batas untuk perolehan kursi anggota DPR pada UU Pemilu yang sekarang. Sebagai analogi, Muhammad Yuntri selaku salah satu kuasa hukum Pemohon dalam persidangan menyebutkan batas-batas yang ditetapkan untuk memeroleh kursi anggota DPR berdasar pemilu sebelumnya. Misalnya saja pada Pemilu 1999 menetapkan ambang batas 2%. Sementara pada Pemilu 2004 yang diikuti oleh 24 partai politik, menerapkan batas 3% untuk perolehan kursi anggota DPR dan 4% untuk kursi anggota DPRD Provinsi. Lain halnya pula dengan Pemilu 2009 yang mendasarkan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebesar 2,5% dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di DPR.
Pemohon berpendapat penentuan ambang batas bagi parpol peserta pemilu untuk diikutkan dalam penghitungan perolehan kursi DPR sebagaimana yang diatur Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu, tidak hanya berdasarkan perolehan suara sah nasional. Menurut Pemohon, perlu juga menjadikan perolehan akumulasi kursi DPR dari setiap dapil sebagai ambang batas parlemen. Sebab, harga kursi di daerah pemilihan yang berada di luar pulau Jawa khususnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga kursi di Pulau Jawa. Sistem ini sejatinya bentuk lain dari menjamin agar hasil pemilu lebih proporsional dalam koridor sistem pemilu yang diamanatkan UUD NRI 1945 dengan adil.
Oleh karena itu, Partai Ummat meminta MK menyatakan Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4% (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional atau memperoleh 4% (empat persen) dari jumlah kursi DPR untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.”
Nasihat Hakim
Terhadap permohonan ini, Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan sistematika permohonan belum sesuai sebagaimana ketentuan dalam PMK 2/2021, sehingga perlu disesuaikan sebagaimana mestinya. Berikutnya Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyebutkan Pemohon perlu membuat penjelasan keterkaitan pasal a quo dengan kerugian konstitusioal yang diakibatkan dari berlakunya norma tersebut. “Agar para hakim dapat melihat kedudukan hukum Pemohon dalam pengajuan perkara ini,” jelas Enny.
Sementara Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh mengatakan Pemohon perlu membaca beberapa putusan MK terdahulu yang berkaitan dengan persoalan serupa dengan yang diajukan pada hari ini. Hal ini perlu agar tidak dinyatakan ne bis in idem dengan permohonan yang telah ada sebelumnya.
Pada akhir persidangan, Hakim Konstitusi Daniel menyebutkan Pemohon diberikan waktu selama 14 hari ke depan untuk menyempurnakan permohonan. Selanjutnya naskah perbaikan dapat diserahkan selambat-lambatnya pada Senin, 23 Oktober 2023 pukul 09.00 WIB ke Kepaniteraan MK, untuk kemudian dijadwalkan dan diinformasikan persidangan berikutnya kepada Pemohon.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.
Humas: Raisa Ayuditha.