JAKARTA, HUMAS MKRI - Bupati Sorong Selatan Samsudin Anggiluli mengajukan pengujian Pasal 3 Ayat (1) huruf a, Pasal 3 ayat (2), dan Lampiran I Huruf a Kabupaten Sorong angka 29 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2022 Tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya (UU Papua Barat Daya) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 106/PUU-XXI/2023 ini digelar di MK pada Kamis (21/09/2023).
Melalui Janses E. Sihaloho, Pemohon mendalilkan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945. Lebih rinci Janses menyebutkan ketentuan pasal-pasal pembentukan Provinsi Papua Barat Daya tersebut tidak sesuai dengan fakta secara historis, yuridis, dan geografis yang telah ada sebelumnya. Sehingga, selaku kepala daerah dan unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Kabupaten Sorong Selatan, Pemohon merasa dirugikan hak dan kewenangan konstitusionalnya. Pada kenyataannya penduduk yang tinggal atau hidup dalam Kampung Botain yakni Suku Tahit Yaben merupakan suku asli dari Kabupaten Sorong Selatan. Sejak 2002 masyarakat tersebut telah memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kabupaten Sorong Selatan dan telah pula menerima manfaat pelayanan dari Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan. Ditambah pula, sambung Janses, masyarakat tersebut turut berpartisipasi dalam pesta demokrasi Pemilu dan Pilkada 2004–2020 lalu melalui KPUD Sorong Selatan.
“Akibat pengambilalihan wilayah terhadap Kampung Botain, masyarakat yang merupakan suku asli dari Kabupaten Sorong Selatan ini menyampaikan keberatan dan penolakan atas pengambilalihan kampungnya yang masuk ke dalam wilayah Distrik Botain Kabupaten Sorong,” sampai Janses pada Sidang Majelis Panel yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih sebagai hakim anggota.
Atas permohonan ini, Pemohon memohon agar Mahkamah menyatakan Pasal 3 ayat (1) huruf a, Pasal 3 ayat (2), dan Lampiran I huruf A Kabupaten Sorong angka 29 Distrik Botain Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak memasukkan Kampung Botain ke dalam wilayah Distrik Saifi Kabupaten Sorong Selatan.
Kedudukan Hukum
Hakim Konstitusi Suhartoyo dalam nasihat Majelis Hakim Sidang Panel mengatakan terkait pengatasnamaan pemerintah daerah maka perlu dipertegas dengan pernyataan dalam Rapat Paripurna agar kedudukan hukum menjadi lebih punya kekuatan. Berikutnya, Pemohon perlu menguraikan kerugian konstitusional yang dialaminya.
“Jika dihadapkan dengan peraturan perundang-undangan, sengketa antarkabupaten ini siapa yang menyelesaikan perkaranya, ini supaya dimuat sebagai rujukan dalam permohonan ini,” sampai Suhartoyo.
Berikutnya Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mencermati Kampung Botain yang didalilkan menjadi wilayah dari Kabupaten Sorong Selatan ini perlu ada bukti atas penyelesaian yang telah diupayakan dalam penyelesaian sengketa. Enny juga mempertanyakan apakah Kabupaten Sorong yang dipersoalkan, bertentangan dengan asas kepastian hukum.
“Ini bagaimana argumentasi hukumnya? Harus dibangun (argumentasi hukum) ini tentang cakupan wilayahnya dan bagaimana ini bertentangan dengan kepastian hukum. Ini yang menjadi persoalan hanya di lampiran saja, tetapi kembali kepada Pemohon dalam melakukan telaah atas permohonan ini,” jelas Enny.
Sementara Hakim Konstitusi Arief Hidayat mencermati keberadaan kedudukan hukum Pemohon. Arief menasihati Pemohon agar memperjelas konflik daerah yang sangat mungkin terkait dengan potensi daerah atau sumber daya daerah. Sehingga ada banyak kepentingan di dalamnya. Padahal pada konteks pasal ini diharapkan adanya persatuan. Dalam hal ini Mahkamah mungkin hanya bisa meminta keterangan dari para pihak terkait dengan persoalan sengketa wilayah ini.
Pada penghujung persidangan, Arief mengatakan Pemohon diberikan waktu selama 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Kemudian naskah perbaikan dapat diserahkan selambat-lambatnya pada Rabu, 4 Oktober 2023 pukul 09.00 WIB ke Kepaniteraan MK.
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.