JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada Selasa (19/9/2023). Sidang kedua dengan agenda mendengarkan perbaikan permohonan para Pemohon ini digelar untuk dua perkara sekaligus, yakni perkara yang dimohonkan oleh Mahasiswa FH Universitas Negeri Surakarta Almas Tsaqibbirru dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dan Melisa Mylitiachristi Tarandung (calon advokat) dalam Perkara Nomor 92/PUU-XXI/2023.
Dalam sidang kedua uji materiil ketentuan batas usia paling rendah 40 tahun sebagai syarat menjadi capres dan cawapres ini, Dwi Nurdiansyah Santoso selaku kuasa hukum Pemohon Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 menyampaikan beberapa pokok perbaikan yang dilakukan pihaknya. Perbaikan tersebut berupa alasan permohonan yang menjabarkan tentang alasan pentingnya ‘berpengalaman sebagai kepala daerah’; kewenangan MK dalam mengadili perkara ini; Petitum; kedudukan hukum; kerugian konstitusional Pemohon; dan data-data mengenai kepala daerah yang berusia muda yang menduduki jabatan tertentu.
“Petitum ‘…, menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) bertentangan dengan UUD NRI 1945 sepanjang dimaknai berpengalaman sebagai kepala daerah, baik ditingkap provinsi maupun kabupaten/kota’,” imbuh Nurdiansyah secara daring dari UNS di hadapan Majelis Panel Hakim yang terdiri atas Hakim Konstitusi Suhartoyo, Daniel Yusmic P. Foekh, dan M. Guntur Hamzah.
Rata-Rata Tingkat Pendidikan Masyarakat
Berikutnya Irwan Gustaf Lalegit selaku kuasa hukum Pemohon Perkara Nomor 92/PUU-XXI/2023 menyebutkan pula hal-hal yang telah disempurnakan pada permohonan Pemohon. Di antaranya legal standing dan juga alasan pemilihan angka 25 tahun sebagai batas umur yang dijadikan starat dalam pencalonan capres dan cawapres.
“Usia 25 tahun ini sangat relevan dengan rata-rata tingkat pendidikan masyarakat yang melalui pendidikan di kampus, baik S1 tau diploma atau paling tidak untuk menjadi praktisi hukum, dan lainnya sehingga dinilai cakap dan memiliki pengetahuan cukup,” sebut Gustaf.
Baca juga: Ketentuan Batas Usia Capres-Cawapres Dinilai Halangi Generasi Muda Maju Pemilu
Pada sidang pendahuluan yang digelar Selasa (5/9/2023) lalu, Dwi Nurdiansyah Santoso selaku kuasa hukum Pemohon Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengatakan pihaknya mengagumi pejabat pemerintahan berusia muda yang dinilainya berhasil dalam membangun ekonomi daerah. Salah satunya adalah Gibran Rakabuming yang merupakan Wali Kota Surakarta yang berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi daerah Surakarta hingga 6,25% dari sebelumnya hanya -1,74%. Diakui Pemohon ada banyak data yang menunjukkan sejumlah kepala daerah terpilih yang berusia di bawah 40 tahun pada Pemilu 2019 disertai dengan kinerja yang baik. Dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Majelis Hakim menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally in constitutional) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan “Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah.”
Sementara Melisa Mylitiachristi Tarandung (calon advokat) dalam Perkara Nomor 92/PUU-XXI/2023 melalui Irwan Gustaf Lalegit mengatakan berdasarkan Pasal 3 ayat (1) huruf d UU Nomor 18 Tahun 2013 pada intinya calon advokat dapat diangkat sebagai advokat berusia sekurang-kurangnya 25 tahun. Sementara pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu, syarat batas usia capres dan cawapres sekurang-kurangnya 40 tahun. Pemohon membandingkan sejumlah peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang syarat batas usia untuk menempati beberapa jabatan, di antaranya syarat usia anggota DPR dan DPD adalah sekurang-kurangnya 21 tahun; calon hakim pengadilan berusia paling rendah 25 tahun dan paling tinggi 40 tahun; syarat batas usia calon walikota/wakil walikota/bupati/wakil bupati serta kepala desa adalah 25 tahun; dan calon jaksa paling rendah berusia 23 tahun. Dengan berlakunya Norma-norma tersebut, maka ketentuan batas usia capres dan cawapres setidaknya 40 tahun mengakibatkan kerugian konstitusional terhadap Pemohon karena tidak mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Majelis Hakim menyatakan Pasal 169 UU Pemilu sepanjang frasa ”berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 28I ayat (2) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ”berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun.” (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha