SURABAYA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) tidak hanya menjalankan fungsi sebagai pengawal konstitusi, tetapi juga sebagai pengawal ideologi negara Pancasila atau the guardian of the state ideology”. Demikian disampaikan oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh dalam Dialog Kebangsaan Pemuda yang digelar oleh Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Surabaya dan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Wilayah (PGIW) Jawa Timur pada Sabtu (16/9/2023) di Aula Pusat Kegiatan Mahasiswa (Student Centre) GMKI Cabang Surabaya. Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan dari beberapa organisasi pemuda dan mahasiswa seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa Indonesia (IKAMI) Sulawesi Selatan, Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI), Persekutuan Kristen Antar Universitas (Perkantas), Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI), dan juga senior GMKI yang berdomisili di Surabaya dan sekitarnya.
Mengawali penjelasannya, Daniel mengemukakan kewenangan MK berdasarkan Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan tentang hasil pemilu, dan wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran Presiden dan/atau Wakil Presiden. Selain itu, hakim konstitusi yang berasal dari Kupang ini juga menjelaskan perkembangan kewenangan MK untuk menguji peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang (Perpu) dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada).
“Dua wewenang yang terakhir saya sebutkan ini bersumber dari putusan MK, sehingga ada kewenangan yang bersumber dari UUD 1945 dan ada pula yang bersumber dari yurisprudensi MK,” terangnya.
Selanjutnya, Daniel membahas beberapa putusan MK yang menjadikan Pancasila sebagai batu uji atau dasar pengujian dalam perkara pengujian undang-undang (judicial review). Salah satunya adalah dalam perkara pengujian Undang-Undang mengenai Sumber Daya Air yang dibatalkan oleh MK karena tidak sejalan dengan sila kelima Pancasila dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menjadi pedoman penyelenggaraan negara di bidang ekonomi atau demokrasi ekonomi Indonesia. Perkara tersebut diputus dalam Putusan Nomor 85/PUU-XI/2013, yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 18 Februari 2015.
Tidak hanya itu, Daniel juga menjelaskan upaya MK membumikan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan putusan-putusan MK melalui serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, penetapan Desa Konstitusi, serta kerja sama dengan berbagai pihak baik di dalam maupun luar negeri. Berbagai upaya ini dimaksudkan untuk mendorong internalisasi dan internasionalisasi Pancasila sebagai dasar negara, kaidah fundamental negara (staatsfundamentalnorm), ideologi negara, dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Antusias para peserta yang menyimak pemaparan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic tercurah saat sesi tanya jawab dibuka. Fernando, salah satu peserta yang berasal dari Fakultas Hukum Universitas Merdeka Malang, menanyakan perihal kewenangan MK untuk memutus pengaduan konstitusional (constitutional complaint). Menjawab pertanyaan tersebut, Daniel menyatakan bahwa hal itu merupakan ranah kewenangan pembentuk undang-undang.
“Sebagai perbandingan, Mahkamah Konstitusi Federal Jerman menerima ribuan perkara terkait constitutional complaint. Karena itu perlu diperhatikan sumber daya dan dukungan bagi hakim konstitusi bila kewenangan itu diberikan kepada MK Indonesia,” tandas hakim konstitusi kelahiran 15 Desember 1964 silam.
Kemudian terkait persyaratan hakim konstitusi yang ditanyakan oleh Hizkia Trianto selaku Sekretaris Umum Pemuda PGIW Jawa Timur, hal itu telah diatur secara tegas dalam UUD 1945 dan UU MK. Daniel menyarankan agar para peserta yang berkeinginan menjadi hakim konstitusi mempersiapkan diri sejak dini.
“Tidak mudah menjadi hakim konstitusi, ada syarat usia, pengalaman kerja di bidang hukum, dan minimal harus doktor,” ujar alumnus Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana ini.
Usai tanya jawab, Daniel memberi pesan agar para mahasiswa yang hadir menjaga integritas, aktif berorganisasi, dan menguasai minimal satu bahasa asing sebagai bekal menjadi pemimpin di masa mendatang. Pertemuan yang berlangsung lebih dari dua jam itu kemudian ditutup dengan pemberian cindera mata, doa, dan foto bersama. (*)
Penulis: Alboin P.
Editor: Lulu Anjarsari P.