KAZAKHSTAN, HUMAS MKRI - Masih dalam rangkaian angjangkarya ke Kazakhstan, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah bertemu dengan sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang bermukim di Kazakhstan bertempat di Rumah Budaya Republik Indonesia, Astana, Kazakhstan, pada Sabtu (9/9/2023). Dalam kesempatan itu, KBRI Kazakhstan merangkap Tajikistan mengundang Guntur untuk mensosialisasikan mengenai perkembangan hukum konstitusi di Indonesia kepada segenap WNI dan pelajar Indonesia yang tinggal di Astana. Pertemuan tersebut selain dihadiri langsung oleh masyarakat Indonesia di Astana, juga dihadiri secara daring melalui Zoom oleh masyarakat Indonesia dan Pelajar Indonesia yang tidak dapat hadir secara langsung. Diskusi dipandu oleh Sekretaris II Bidang Sosial Budaya dan Protokol KBRI Kazakhstan merangkap Tajikistan, Joenys Duana Sirait.
Dalam pertemuan tersebut, Guntur memberikan pencerahan kepada WNI dan Pelajar Indonesia mengenai sistem ketatanegaraan di Indonesia pasca amendemen, sejarah MK, serta tugas dan kewenangan MK sebagaimana diatur dalam UUD 1945. “Sebelum amendemen, kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan oleh MPR. Sedangkan pasca amendemen, kedauIatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD,” ungkap Guntur.
Lebih lanjut, Guntur mengungkapkan bahwa salah satu tujuan pembentukan MK dalam Perubahan UUD 1945 adalah untuk mengawal tegaknya konstitusi, yaitu untuk memastikan pelaksanaan kewenangan lembaga-lembaga negara tetap sesuai dengan UUD 1945.
“MK memiliki kewenangan menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan tentang hasil pemilu termasuk juga pemilihan kepala daerah, dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD,” papar Guntur.
Guntur juga menyampaikan beberapa peran putusan MK dalam menjaga hak konstitusional warga negara seperti diperbolehkannya menikah dengan teman satu kantor pada Putusan MK Nomor 13/PUU-XV/2017, Perjanjian perkawinan yang dapat dibuat semasa perkawinan berlangsung pada Putusan MK Nomor 69/PUU-XIII/2015, dan kedudukan anak diluar kawin pada Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2020. Menurut Guntur, dalam melaksanakan kewenangan tersebut, MK senantiasa menerapkan prinsip keterbukaan dan kemudahan terhadap para pencari keadilan melalui penyediaan sistem peradilan berbasis ICT.
Selain itu, Guntur juga mengingatkan kepada peserta untuk turut berpartisipasi dan menggunakan hak pilih dalam pemilu serentak Tahun 2024. Menurutnya, satu suara sangat berharga dan akan menentukan masa depan bangsa Indonesia dalam lima tahun ke depan. Sebagai penjaga demokrasi, MK juga turut serta menjaga agar pelaksanaan pemilu dan hak konstitusional warga negara Indonesia tetap terjaga. Beberapa putusan MK telah memulihkan hak-hak konstitusional dalam pemilu terutama hak untuk memilih (right to vote) seperti penggunaan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), dan Paspor bagi WNI yang tidak terdaftar dalam DPT, Penyandang disabilitas mental dapat masuk daftar pemilih tetap (DPT), dan penggunaan surat keterangan (SUKET) perekaman KTP Elektronik dari dinas urusan kependudukan dan catatan sipil pada Pemilu 2019.
Di akhir sesi, Guntur berpesan kepada WNI maupun pelajar Indonesia untuk tidak melupakan tanah air dan ibu pertiwi meskipun sedang berada di negeri orang. “(1) pasang peta Indonesia agar terus melihat dan mengingat Tanah Air dan ibu pertiwi yang melahirkan dan membesarkan, (2) tetap menjaga identitas bangsa Indonesia dengan tetap mempertahankan budaya dan nilai-nilai asli, (3) beradaptasi dan berbaur, (4) membangun jejaring internasional, (5) memanfaatkan peluang pendidikan untuk membuka jalan menuju kesempatan yang lebih besar, (6) teliti budaya, sistem, dan IPTEK negara tersebut, dan bawa pulang untuk kepentingan Indonesia, dan (7) Ceritakan kepada keluarga, teman, kolega, dan seluruh bangsa Indonesia,” pesan Guntur.
Dalam sesi tanya jawab terlihat bahwa WNI dan pelajar Indonesia di Kazakhstan ternyata sangat peduli dengan isu-isu hukum dan konstitusi yang sedang berkembang di Indonesia. Sebagian besar peserta sangat antusias bertanya mengenai Pemilu serentak 2024 yang akan datang dan bagaimana peran dan persiapan MK dalam menghadapi potensi sengketa Pemilu yang dapat terjadi. (*)
Penulis: ZFA
Editor: Lulu Anjarsari P.