JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan atas pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), Selasa (22/08/2023). Sidang kali kelima ini untuk memeriksa tiga permohonan sekaligus, yakni permohonan Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan sejumlah perseorangan warga negara Indonesia, permohonan Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Partai Garda Perubahan Indonesia (Partai Garuda), dan permohonan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh sejumlah kepala daerah.
Agenda persidangan yaitu mendengarkan keterangan Ahli. Pemohon Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 mengajukan ahli Abdul Chair Ramadan, dosen pada Fakultas Hukum Universitas Islam As-Syafiiyah. Berdasarkan laporan Kepaniteraan MK, keterangan ahli tersebut disampaikan secara tertulis.
Sementara Pemohon Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 urung mengajukan ahli. Begitu pun Kuasa Presiden/Pemerintah juga urung mengajukan ahli pada perkara ini.
“Selanjutnya ada permohonan pengajuan sebagai Pihak Terkait pada perkara ini, ada tiga, di antaranya Evi Anggita dkk; Raihan Fiki, dan Oktavianus. Atas ketiga permohonan dari tiga pihak ini sebagai Pihak Terkait, Majelis sudah bermusyawarah bahwa keterangannya akan didengar pada sidang yang akan datang. Dan apabila ingin mengajukan ahli/saksi bisa tertulis. Sedangkan untuk jadwal kegiatan mendatang akan disampaikan Kepaniteraan MK melalui surat panggilan dan sekaligus dengan agenda sidang mendengarkan keterangan Pihak Terkait ini,” sampai Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang dipimpinnya bersama dengan Wakil Ketua MK Saldi Isra beserta hakim konstitusi lainnya di Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK, Jakarta.
Baca juga:
PSI Minta Batas Usia Minimal Capres-Cawapres 35 Tahun
PSI Perkuat Dalil Batas Usia Minimal Capres-Cawapres
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 29/PUU-XXI/2023 dalam perkara pengujian Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI/Pemohon I) dan sejumlah perseorangan warga negara Indonesia, yakni Anthony Winza Probowo (Pemohon II), Danik Eka Rahmaningtyas (Pemohon III), Dedek Prayudi (Pemohon IV), dan Mikhail Gorbachev (Pemohon V).
Pasal 169 huruf q UU Pemilu menyatakan, “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: q. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”.
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Senin (3/4/2023), para Pemohon melalui Francine Widjojo menyatakan batas minimal syarat umur untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden pada norma tersebut dinyatakan jelas yakni 40 tahun. Sementara para Pemohon saat ini berusia 35 tahun, sehingga setidak-tidaknya batas usia minimal usia calon presiden dan wakil presiden dapat diatur 35 tahun dengan asumsi pemimpin-pemimpin muda tersebut telah memiliki bekal pengalaman untuk maju sebagai calon presiden dan wakil presiden. Sehingga norma ini menurut para Pemohon bertentangan dengan moralitas dan rasionalitas karena menimbulkan bibit-bibit diskriminasi sebagaimana termuat dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945.
“Padahal pada prinsipnya, negara memberikan kesempatan bagi putra putri bangsa untuk memimpin bangsa dan membuka seluas-luasnya agar calon terbaik bangsa dapat mencalonkan diri. Oleh karenanya objek permohonan adalah ketentuan yang diskriminatif karena melanggar moralitas. Ketika rakyat Indonesia dipaksa hanya memilih pemimpin yang sudah bisa memenuhi syarat diskriminatif, tentu ini menimbulkan ketidakadilan bagi rakyat Indonesia yang memilih maupun orang yang dipilih,” sebut Francine.
Untuk itu para Pemohon meminta Mahkamah menerima dan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun.”
Baca juga:
Partai Garuda Persoalkan Ketentuan Batas Umur Calon Wakil Presiden
Partai Garuda Meminta Agar Usia Muda dan Berpengalaman Dijadikan Syarat Calon Presiden
Selanjutnya permohonan Nomor 51/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Partai Garda Perubahan Indonesia (Partai Garuda). Partai Garuda juga mempermasalahkan aturan mengenai syarat usia calon presiden dan wakil presiden dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu.
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Senin (5/6/2023). Kuasa hukum Partai Garuda, Desmihardi menyebutkan, Partai Garuda sebagai peserta Pemilu 2024 hendak mencalonkan kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun untuk menjadi calon wakil presiden. Pasalnya, banyak kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun yang memiliki potensi dan pengalaman dalam pemerintahan. Sementara itu, di sisi lain, banyak pula anggota dewan yang menjabat pada 2019-2024 yang berusia di bawah 40 tahun. Sebut saja, Hillary Brigitta Lasut berusia 23 tahun dari Partai Gerindra, Andrian Jopie Paruntu yang berusia 25 tahun dari Partai Golkar.
Membandingkan dengan negara lain, sambung Desmihardi, tidak sedikit jabatan presiden atau wakil presiden yang dijabat warga negara berusia di bawah 40 tahun, seperti Gabriel Boric Presiden Chile yang berusia 35 tahun atau Mahamat Deby Presiden Chad yang berusia 38 tahun. Sebagai perbandingan pula, pada penerapan sistem pemerintahan berdasarkan konstitusi, Amerika Serikat mengatur syarat calon presiden setidaknya berusia 35 tahun.
Oleh karena itu, Pemohon berpotensi dirugikan dengan keberlakuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang mengatur syarat calon wakil presiden. Sebab ada banyak calon potensial berusia di bawah 40 tahun yang dapat memajukan bangsa dan negara serta memiliki pengalaman dalam pemerintahan. Karenanya, pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945.
Baca juga:
Sejumlah Kepala Daerah Berusia Muda Ujikan Syarat Calon Wakil Presiden
Para Kepala Daerah Perbaiki Dalil Permohonan Soal Syarat Usia Capres-Cawapres
Sedangkan permohonan Nomor 55/PUU-XXI/2023 diajukan oleh sejumlah kepala daerah. Mereka adalah Erman Safar (Wali Kota Bukittinggi Periode 2021-2024), Pandu Kesuma Dewangsa (Wakil Bupati Lampung Selatan Periode 2021-2026), Emil Elestianto Dardak (Wakil Gubernur Jawa Timur Periode 2019-2024), Ahmad Muhdlor (Bupati Sidoarjo Periode 2021-2026), dan Muhammad Albarraa (Wakil Bupati Mojokerto Periode 2021-2026).
Para pemimpin di daerah yang masih berusia muda tersebut mengujikan persyaratan usia untuk menjadi calon Presiden dan calon wakil presiden yang termaktub dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu.
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Rabu (31/5/2023), kuasa hukum para Pemohon, Munathsir Mustaman menjelaskan, para Pemohon telah kehilangan hak konstitusional untuk maju dalam bursa pencalonan wakil presiden yang dijamin dan dilindungi khususnya Pasal 6 ayat (1) UUD 1945. Padahal para Pemohon memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara yaitu sebagai kepala daerah.
“Pengalaman sebagai penyelenggara negara seharusnya menjadi pengecualian persyaratan batas usia minimal calon Wakil Presiden. Sepanjang memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara, walaupun usianya di bawah 40 tahun. Sehingga, sudah sepatutnya dipersamakan dengan usia minimal sebagaimana yang dipersyaratkan,” jelas Munathsir.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, para Pemohon dalam petitum memohon agar MK menyatakan frasa “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau memiliki pengalaman sebagai Penyelenggara Negara”.
Baca juga:
DPR Serahkan Kepada MK Soal Syarat Usia Capres-Cawapres
Beda Pandangan Perludem dengan Gerindra Soal Batas Usia Capres-Cawapres
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.
Humas: Raisa Ayuditha.