JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang kedua dari pengujian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia pada Selasa (25/7/2023) di Ruang Sidang Panel MK. Pemohon Perkara Nomor 70/PUU-XXI/2023 terdiri atas Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI); Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI); dan Arkaan Wahyu Re A yang merupakan Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Para Pemohon mendalilkan Pasal 30 Ayat (1) huruf d UU Kejaksaan yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Pada sidang dengan agenda penyampaian perbaikan permohonan ini, Hakim Konstitusi Suhartoyo, Wahiduddiin Adams, dan Enny Nurbaningsih bertindak sebagai Majelis Sidang Panel.
Dwi Nurdiansyah Santoso selaku kuasa hukum para Pemohon menyebutkan beberapa hal yang telah disempurnakan pada permohonannya, di antaranya memfokuskan dasar pengujian berupa Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 dan menguraikan secara terperinci alasan permohonan. “Di antaranya mengenai kewenangan kejaksaan dalam penyidik perkara kolusi dan nepotisme, pengertian korupsi yang di dalamnya termasuk kolusi dan nepotisme, dan asas diferensial fungsi antara Penuntut dan Penyidik,” sampai Dwi dalam sidang yang dihadirinya secara daring.
Baca juga: Memperluas Kewenangan Jaksa untuk Menyelidiki Perkara Kolusi dan Nepotisme
Pada Sidang Pendahuluan yang digelar Selasa (11/7/2023) lalu, para Pemohon menyebutkan dirugikan dengan berlakunya ketentuan ini jika Jaksa hanya menyidik perkara korupsi. Sebab, menurut para Pemohon, semestinya jaksa juga diberi wewenang untuk menyidik perkara kolusi dan nepotisme, sehingga semakin terwujud pemerintahan yang bersih dan berwibawa bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Sehingga para Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 30 ayat (1) huruf d UU Kejaksaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘Kejaksaan mempunyai tugas dan berwenang melakukan penyidikan perkara korupsi, kolusi, dan nepotisme’. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: M. Halim