JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) bekerja sama dengan Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) menggelar kegiatan bedah buku, pada Kamis (22/6/2023) di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta. Kegiatan ini diselenggarakan secara hybrid dengan jumlah peserta luring 206 peserta dan daring 449 peserta. Dalam kegiatan ini terdapat tiga buku yang akan dibedah, yakni “Oligarki dan Totalitarianisme Baru” karya Jimly Asshiddiqie; “The Constitutional Court and Human Rights Protection in Indonesia” karya I Dewa Gede Palguna, Wakil Saldi Isra, dan Pan Mohamad Faiz; serta “Dinamika Praktik Perencanaan Legislasi” karya Enny Nurbaningsih.
Dalam sambutannya, Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan lebih dari 150 buku yang telah dihadirkan oleh MK. “Ini adalah hal yang harus difokuskan oleh MK, yakni baca-tulis. Kalau tradisi itu terus berlanjut,maka kekhawatiran tidak akan terjadi,” ujar Saldi yang menyebut peradaban tidak akan hancur selama orang mau meluangkan pemikiran.
Di MK, sambung Saldi, ide yang dibawa oleh Jimly Asshiddiqie untuk menulis setiap pemikiran terus ditumbuh-kembangkan. “Saya katakan kepada teman-teman MK mulai tahun depan, teman-teman yang berstatus Asisten Ahli Hakim Konstitusi setidak-tidaknya satu tahun harus menyelesaikan satu naskah buku. Sehingga setiap tahun akan hadir terus tulisan dari MK baik itu karena memahami dan membaca banyak kepustakaan termasuk juga yang penelaah putusan MK sendiri,” jelasnya di hadapan para peserta bedah buku secara luring.
Kemudian Saldi juga menerangkan, di MK agenda penulisan buku sudah menjadi agenda tahunan. “Tahun ini MK akan berusia 20 tahun pada bulan 13 Agustus. Kita berencana akan me-launching buku setidak-tidaknya jumlahnya sama dengan tahun lalu. Setidak-tidaknya tahun ini adalah 35 buku. Kita juga akan mengundang mantan hakim konstitusi untuk menulis buku dan diterbitkan berbarengan dengan 20 tahun MK,” sebutnya.
Sekapur Sirih
Pada kesempatan yang sama, Ketua MK periode 2003 – 2008 Jimly Asshiddiqie menyampaikan materi berjudul “Budaya Baca-Tulis Dunia Kehakiman untuk Mewujudkan Keadilan dan Kebenaran Konstitusional Berdasarkan Pancasila”. Melalui ceramahnya, Jimly melihat bahwa MK dalam perjalanannya dapat disebut sebagai Kampus Konstitusi Republik Indonesia. Karena, sambung Jimly, sejak MK berdiri hakim-hakimnya telah melahirkan banyak buku terutama pada masa 5 tahun pertama keberadaan lembaga peradilan ini. Untuk itu, agar tradisi menulis yang telah dibudayakan para hakim terdahulu tersebut makin berperan penting, maka budaya tulis baca ini dapat terus ditularkan juga pada lingkungan MK dan bagi cabang lembaga peradilan lainnya.
Pada masa-masa awal mengawal budaya baca tulis ini, jelas Jimly, setiap hakim wajib menuliskan pendapat dan pertimbangan hukum secara tertulis. Hal ini dilakukan agar setiap hakim selalu bergiat menulis, meskipun dalam praktinya mulai banyak tafsir bahwa setiap hakin wajib menulis dan/atau menyampaikan pendapat dan pertimbangan hukumnya.
“Padahal yang kita ketahui ciri peradaban maju itu dapat dilihat dari budaya menulisnya. Dan satu hal lagi adalah harus ada perdebatan karena keadilan itu harus diperdebatkan dan bagi hakim itu boleh. Sebab, keadilan itu harus diperoleh dari pemikiran dan perdebatan oleh 9 cara berpikir hakim konstitusi yang ada di lembaga ini,” jelas Jimly.
Laporan Peyelenggaraan Bedah Buku
Sementara Sekjen MK Heru Setiawan dalam laporannya menjelaskan bahwa sejak ditandatangani nota kesepahaman antara MK dengan Perpustakaan Nasional pada November 2018, kedua institusi sudah melakukan banyak hal. Salah satunya dalam hal pengembangan organisasi khususnya pengembangan perpustakaan baik dari segi organisasi, SDM dan teknologi. Selain itu, MK dan Perpusnas juga bekerja sama untuk terus menjaga lahirnya tulisan-tulisan ilmiah dari hasil pemikiran para hakim konstitusi serta para pegawai MK. Hal ini dilatarbelakangi oleh tradisi akademik MK, yaitu menuangkan gagasan dan pemikiran ke dalam karya tulis ilmiah dalam bentuk buku pada setiap tahunnya. Dengan bertambah usia MK segenap Hakim Konstitusi dan pegawai MK berkomitmen untuk terus menorehkan karya.
“Karya-karya tersebut secara rutin ditulis dan diluncurkan di setiap tahun sebagai bagian bukti kepada publik bahwa Mahkamah Konstitusi akan terus memberikan informasi seluas-luasnya kepada seluruh lapisan masyarakat tentang hukum dan konstitusi melalui karya-karyanya,” tandas Heru. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.