JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan (UU Perkebunan) tidak dapat diterima. Perkara yang diajukan oleh Perkumpulan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) (Pemohon I), Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Karya Mandiri (Pemohon II), Koperasi Perkebunan Renyang Bersatu (Pemohon III), dan Koperasi Produsen Perkebunan Harapan Baru Ratu (Pemohon IV), ini mendalilkan Pasal 93 Ayat (4) UU Perkebunan yang dinilai bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945. Sidang Pengucapan Putusan Perkara Nomor 45/PUU-XXI/2023 yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi Wakil Ketua MK Saldi Isra bersama enam hakim konstitusi lainnya ini dilaksanakan di Ruang Sidang Pleno MK.
Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul dan Daniel Yusmic P. Foekh membacakan pertimbangan hukum Mahkamah secara bergantian. Bahwa materi norma Pasal 93 ayat (4) UU Perkebunan yang dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya oleh para Pemohon telah diubah seiring berlakunya Perppu 2/2022 yang telah disetujui DPR. Selanjutnya, sambung Daniel, norma tersebut pun telah disahkan menjadi UU 6/2023 yang mulai berlaku diundnagkan pada 31 Maret 2023. Sehingga norma yang saat ini masih berlaku dan memiliki kekuatan hukum mengikat adalah norma dalam Pasal 29 angka 26 Lampiran UU 6/2023 yang mengubah Pasal 93 ayat (4) UU 39/2014. Oleh karena itu, Daniel menyatakan, menjadi jelas dalil para Pemohon yang mengesampingkan keberlakuan UU 6/2023 karena dianggap telah melanggar konstitusi sebelum adanya pembatalan oleh lembaga yang secara hukum berwenang adalah bertentangan dengan asas praduga keabsahan.
“Dengan demikian, menurut Mahkamah, para Pemohon telah keliru dalam menentukan objek permohonan yang dimohonkan tidak lagi menjadi bagian dari UU 39/2014 karena telah diubah dalam Pasal 29 angka 26 Lampiran UU 6/2023. Oleh karenanya, permohonan para Pemohon telah kehilangan objek, sehingga Mahkamah tidak mempertimbangkan lebih lanjut pokok permohonan para Pemohon,” sebut Daniel dari Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK, Jakarta.
Baca juga: Sejumlah Pengurus Koperasi Pertegas Dalil Permohanan Pengelolaan Dana Usaha Perkebunan
Dalam Sidang Pendahuluan yang digelar pada Senin (15/5/2023), para Pemohon mengatakan salah satu sumber pembiayaan usaha perkebunan berasal dari penghimpunan dana pelaku usaha perkebunan, ketentuan Pasal 93 Ayat (4) UU Perkebunan memiliki makna yang limitatif mengenai peruntukan dan penggunaan dana yang dihimpun dari pelaku usaha. Pengaturan alokasi penggunaan penghimpunan dana dari pelaku usaha perkebunan tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan dana untuk kebutuhan masyarakat, sehingga diatur secara limitatif. Dengan demikian tujuan UU Perkebunan dapat tercapai sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 3 UU Perkebunan. Sementara itu, terkait alur peruntukkan ataupun penggunaan penghimpunan dana dari pelaku usaha perkebunan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 93 ayat (4) UU Perkebunan, sambung Markus, telah diejawantahkan dalam ketentuan lanjutan berupa Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2015 tentang Penghimpunan Perkebunan.
Para Pemohon menyebutkan dari implementasi Pasal 93 Ayat (4) UU Perkebunan yang tidak dimaknai secara limitatif berakibat alokasi dana dari penghimpunan dana pelaku usaha perkebunan tidak mencapai tujuannya secara optimal, bahkan jauh dari tujuan yang hendak dicapai dalam undang-undang. Sebab dana tersebut diperuntukkan juga bagi penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel. Oleh karena itu, norma tersebut jelas-jelas merugikan para Pemohon karena tidak mendapatkan hak-haknya secara optimal. Sejatinya, para Pemohon tidak menolak program biodiesel yang menjadi program pemerintah, namun selayaknya pemerintah tidak mengambil alokasi dana dalam pasal tersebut untuk pembiayaan industri biodiesel. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: M.Halim