JAKARTA, HUMAS MKRI - Syarat usia calon presiden dan wakil presiden sebagaimana tercantum dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) diuji secara materiil ke Mahkamah Konstitusi. Partai Garda Perubahan Indonesia (Partai Garuda) yang diwakili Ahmad Ridha Sabana (Ketua umum Pimpinan Pusat Partai Garuda) dan Yohanna Murtika (Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Garuda) tercatat menjadi Pemohon Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023. Dalam sidang yang digelar pada Selasa (23/5/2023) tersebut, Pemohon yang diwakili Desmihardi dan M. Malik Ibrohim mendalilkan Pasal 169 huruf q UU Pemilu merugikan hak konstitusionalnya. Pasal 169 huruf q UU Pemilu menyatakan, “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah : q. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.”
Partai Garuda sebagai peserta Pemilu 2024 hendak mencalonkan kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun untuk menjadi calon wakil presiden. Pasalnya, banyak kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun yang memiliki potensi dan pengalaman dalam pemerintahan. Sementara itu, di sisi lain, banyak pula anggota dewan yang menjabat pada 2019—2024 yang berusia di bawah 40 tahun. Sebut saja, Hillary Brigitta Lasut berusia 23 tahun dari Partai Gerindra, Andrian Jopie Paruntu yang berusia 25 tahun dari Partai Golkar.
Membandingkan dengan negara lain, sambung Desmihardi, tidak sedikit jabatan presiden atau wakil presiden yang dijabat warga negara berusia di bawah 40 tahun, seperti Gabriel Boric Presiden Chile yang berusia 35 tahun atau Mahamat Deby Presiden Chad yang berusia 38 tahun. Sebagai perbandingan pula, pada penerapan sistem pemerintahan berdasarkan konstitusi, Amerika Serikat mengatur syarat calon presiden setidaknya berusia 35 tahun.
Oleh karena itu, Pemohon berpotensi dirugikan dengan keberlakuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang mengatur syarat calon wakil presiden. Sebab ada banyak calon potensial berusia di bawah 40 tahun yang dapat memajukan bangsa dan negara serta memiliki pengalaman dalam pemerintahan. Karenanya, pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
“Berdasarkan uraian Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk memutuskan frasa ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun’ dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah’,” sebut Desmihardi membacakan salah satu butir Petitum di hadapan Majelis Sidang Panel yang terdiri atas Wakil Ketua MK Saldi Isra bersama dengan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Suhartoyo.
Bukti Argumentasi
Menangapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams memberikan catatan bagian yang perlu disempurnakan pada permohonan ini, di antaranya pokok permohonan. Dalam permohonan Pemohon yang menyebutkan beberapa kepala negara yang berusia di bawah 40 tahun, untuk itu perlu bukti argumentasi Pemohon atas pernyataan ini. Selain itu, ia juga memberikan nasihat mengenai syarat usia yang dimintakan Pemohon perlu adanya penjelasan yang lebih konkret.
Berikutnya, Hakim Konstitusi Suhartoyo memberikan catatan mengenai unsur dalil atas adanya kerugian konstitusional secara aktual. Oleh karenanya Pemohon harus dapat menjelaskan pasal yang diujikan menjadi penghalang terutama secara dalil hukumnya. Sementara jika terlanggarnya hak konstitusi bersifat berpotensi, maka perlu perhatikan narasi yang menguatkan kandidat calon yang diusungkan.
“Kuatkan pula argumen ketika pergantian dari syarat dulunya 35 ke 40, maka cari naskah pergeserannya oleh pembentuk undang-undang. Sebenarnya apa filosofi, sosiologisnya, yang membangun pergeseran itu oleh pembentuk undang-udang,” nasihat Suhartoyo.
Selanjutnya, Wakil Ketua MK Saldi mengatakan keberadaan ketua umum dan sekretaris jenderal Partai Garuda, pada AD/ART tertera nama berbeda, sehingga kuasa perlu memastikan pihak yang benar-benar berhak mewakili partai politik dalam pengadilan. “Bangun argumentasi permohonan ini kabur karena dalam pasal itu tidak hanya syarat untuk menjadi calon wakil presiden, tetapi juga calon presiden dan dalam penalaran yang wajar tidak dapat membedakan keduanya pada pasal ini, sehingga ini soal konstitusional yang serius untuk dipikirkan,” jelas Saldi.
Usai memberikan catatan nasihat, Saldi pun menyatakan Pemohon diberikan waktu hingga 14 hari kerja untuk menyempurnakan permohonan. Perbaikan permohonan dapat diserahkan selambat-lambatnya pada Senin, 5 Juni 2023 pukul 14.00 WIB ke Kepaniteraan MK. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha