JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materiil aturan mengenai pajak penghasilan yang mencakup natura dan/atau kenikmatan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pada Rabu (17/5/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. Heriyansyah yang merupakan seorang buruh pabrik menjadi Pemohon Perkara Nomor 38/PUU-XXI/2023 tersebut.
Dalam sidang perbaikan permohonan tersebut, Pemohon yang diwakili oleh Hendrawan menjelaskan pihaknya belum mengirim permohonan perbaikan. “Adapun hari ini dalam sidang yang kedua ini klien kami sudah bersepakat mengajukan penarikan permohonan,Yang Mulia. Adapun alasan yang disampaikan adalah klien kami menyadari bahwa pokok perkara yang dimohonkan sebelumnya itu tidak menjadi kewenangan MK. Kebetulan itu kami juga sudah akan mengajukan surat permohonannya karena tadi bagian penerimaan permohonan tutup, kami belum sempat,” jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih serahkan sepenuhnya kepada Pemohon, yakni Heriyansyah. “Kalau memang kemudian setelah dipertimbangkan masak-masak nasihat yang disarankan oleh kami pada persidangan pendahuluan lalu kemudian akan ditarik silahkan disampaikan suratnya nanti sebagai bagian dari formal Kepaniteraan MK. Tetapi dalam persidangan ini sekali lagi dari kuasa pemohon atas nama pemohon menyatakan bahwa permohonan terkait dengan Perkara Nomor 38/PUU-XXI/2023 ditarik?” tegas Enny.
Baca juga: Buruh Pabrik Persoalkan Ketentuan Pajak Penghasilan
Sebelumnya, Heriyansyah menguji norma yang berbunyi Pasal 4 ayat (1a) UU HPP. Pasal tersebut menyatakan, “Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.”
Pemohon menjelaskan bahwa permohonan ini mengenai pengujian Pasal 4 ayat (1a) UU HPP. Ia mengatakan terhadap pasal tersebut berkaitan dengan frasa natura/kenikmatan mengandung arti pajak kenikmatan atas fasilitas Kesehatan. Norma pasal tersebut dianggap bertentangan dengan UUD 1945 antara lain Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 28D Ayat (2) UUD 1945. Pemohon juga menyebutkan, telah menerima Surat Balasan Direktorat Jenderal Direktorat II atas Surat Permohonan yang telah disampaikannya atas Pajak Kenikmatan yang berpotensi menghabiskan penghasilan Pemohon. Pemohon kemudian menjelaskan bahwa disahkannya UU HPP mengakibatkan fasilitas kesehatan dan berobat pegawai oleh pemberi kerja yang semula dikecualikan dari objek pajak penghasilan (PPh), kini menjadi objek PPh. Hal tersebutlah yang diyakini Pemohon telah merugikannya. Atas dasar itu, MK diminta Pemohon menyatakan Pasal 4 ayat (1a) UU HPP khususnya frasa natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk fasilitas kesehatan merupakan kenikmatan yang bukan merupakan objek Pph.(*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayudhita