JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian formiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja) terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Kali ini permohonan diajukan oleh Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) yang diwakili oleh Elly Rosita Silaban (Presiden Dewan Eksekutif Nasional) dan Dedi Hardianti (Sekretaris Jenderal Dewan Eksekutif Nasional). Sidang Perkara Nomor 41/PUU-XXI/2023 ini dilaksanakan di MK pada Rabu (10/5/2023) oleh panel hakim yang terdiri atas Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Hakim Konstitusi Suhartoyo, dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Nikasi Ginting selaku kuasa hukum Pemohon, dalam persidangan mengatakan pokok-pokok permohonan pengujian formil UU Cipta Kerja yang berasal dari Perppu 2/2022 tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945 berdasarkan delapan alasan. Di antaranya, persetujuan DPR atas Perppu 2/2022 menjadi undang-undang cacat formil atau cacat konstitusi; Sidang DPR mengambil keputusan atas persetujuan Perppu 2/2022 menjadi undang-undnag tidak memenuhi kuota forum (kuorum); bertentangan dengan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020; tidak memenuhi syarat ihwal kegentingan memaksa; tidak jelas pihak yang memprakarsai Perppu 2/2022; tidak memenuhi asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; tidak memenuhi asas kejelasan rumusan; dan tidak memenuhi asas keterbukaan.
“Oleh karena Perppu 2/2022 ditetapkan pada 30 Desember 2022 namun Perppu baru mendapatkan persetujuan DPR dalam masa sidang kedua setelah Perppu ditetapkan. Artinya, telah terjadi pelanggaran terhadap perintah ‘harus’ mendapat persetujuan DPR dalam masa sidang pertama DPR yang dimulai sejak 10 Januari 2023 sampai dengan 16 Februari 2023. Karenanya berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 52 ayat (1) UU 12/2011 berikut Penjelasannya, persetujuan DPR atas Perppu 2/2022 menjadi undang-undang mengandung cacat formil atau cacat konstitusi,” ucap Nikasi.
Alasan Pengujian
Hakim Konstitusi Suhartoyo dalam nasihat Majelis Sidang Panel mengatakan terkait dengan Pemohon yang diwakili oleh presiden dan sekretaris jenderal, diharapkan agar disertakan AD/ART dari organisasi yang menjelaskan mengenai siapa yang benar-benar berhak untuk mewakili di dalam dan luar pengadilan. Selain itu diharapkan permohonan memuat narasi yang menyebutkan konsentrasi dari organisasi terhadap keberadaan UU Cipta Kerja yang diujikan pada permohonan ini. “Hati-hati atas pengajuan alasan kerugian dan alasan pengujian formil undang-undang. Hal ini berbeda, sehingga tidak tumpang tindih meskipun satu rangkaian, atau setidaknya alasan kebutuhan hukum yang cepat dalam permohonan ini menjadi pelapis saja karena dapat mengganggu alasan utama pengujian formil dari undang-undang ini,” sebut Suhartoyo.
Sementara Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengingatkan tenggang waktu pengajuan permohonan yang belum disertakan oleh Pemohon untuk memperjelas kedudukan 45 hari yang dimaksudkan dalam pengujian formil UU. Berikutnya terkait dengan alasan permohonan yang berasal dari penetepan Perppu, Enny meminta agar Pemohon menyisir persoalan dari pembentukan dari UU 6/2023 dan bukan mengenai Perppu 2/2022 lagi.
Berikutnya Hakim Konstitusi Arief Hidayat memberikan catatan nasihat tentang kewenangan MK yang perlu dicermati sebagaimana urutan, seperti dari UUD 1945, UU Kekuasaan Kehakiman, hingga Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menjadi dasar. Kemudian Pemohon juga dapat memberikan bukti mengenai organisasinya. “Perlu juga diperhatikan, pengujian formil undang-undang biasa atau undang-undang yang berasal dari Perppu itu lain,” jelas Arief.
Usai memberikan cacatan nasihat, Arief memberikan kesempatan kepada Pemohon untuk melakukan perbaikan. Kemudian perbaikan permohonan diserahkan ke Kepaniteraan MK selambat-lambatnya pada Selasa, 23 Mei 2023 pukul 11.00 WIB. Dengan demikian Kepaniteraan dapat kemudian menjadwalkan persidangan berikutnya.
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim