JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan pengujian Pasal 10 ayat (9) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada Senin (8/5/2023). Permohonan Nomor 120/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Bahrain yang berprofesi sebagai advokat, dan Yayasan Pusat Studi Strategis dan Kebijakan Publik Indonesia (CSIPP).
Sidang ketujuh ini diagendakan untuk mendengarkan keterangan Saksi yang dihadirkan para Pemohon. Namun, menurut laporan dari Kepaniteraan MK, para Pemohon urung menghadirkan saksi.
“Pada kesempatan ini kami belum bisa menghadirkan Saksi dan untuk pembuktian dari Pemohon sudah cukup,” sebut Ikhwan Fahrojih selaku kuasa hukum para Pemohon dalam Sidang Pleno yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi hakim konstitusi lainnya dari Ruang Sidang Pleno MK.
Sebelum menutup persidangan, Ketua MK Anwar Usman menyebutkan bahwa sidang hari ini menjadi sidang terakhir untuk Perkara Nomor 120/PUU-XX/2022. Untuk itu, kepada para pihak dipersilakan untuk menyampaikan kesimpulan paling lambat tujuh hari kerja sejak hari ini, yakni Selasa, 16 Mei 2023 pukul 11.00 WIB ke Kepaniteraan MK.
Baca juga:
Pemohon Minta Masa Jabatan Anggota KPUD Diperpanjang Hingga Pemilu Berakhir
Pemohon Perbaiki Uji Masa Jabatan Anggota KPU
Hasyim Asy’ari: Seleksi Anggota KPU Tidak Mengganggu Tahapan Pemilu dan Pilkada
Perpanjangan Masa Jabatan Anggota KPU Berpotensi Melanggar Konstitusi
Keterangan Tertulis Ahli Terlambat, Sidang Uji UU Pemilu Ditunda
Seleksi Anggota KPU Sebaiknya di Luar Tahapan Pemilu
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 120/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Bahrain yang berprofesi sebagai advokat, dan Yayasan Pusat Studi Strategis dan Kebijakan Publik Indonesia (CSIPP). Para Pemohon mengujikan Pasal 10 ayat (9) UU Pemilu yang menyatakan, “Masa jabatan keanggotaan KPU, KPU provinsi, KPU Kabupaten/Kota adalah selama 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan pada tingkatan yang sama.”
Para Pemohon mempertanyakan pemangkasan masa jabatan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten/Kota dengan keserentakan rekrutmennya dalam rangka persiapan Pemilu Serentak 2024. Dalam pandangan para Pemohon, pemangkasan masa jabatan tersebut berdampak pada beberapa hal, di antaranya pemangkasan masa jabatan sebelum lima tahun melanggar asas legalitas. Sebab anggota KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota dilantik untuk masa jabatan lima tahun sejak pengucapan sumpah.
Seleksi anggota KPU bersamaan dengan pelaksanaan tahapan pemilu berpotensi mengganggu jalannya tahapan pemilu. Selain itu, menyebabkan pemborosan karena negara harus menanggung kompensasi gaji para anggota KPU yang dipangkas masa jabatannya. Di sisi lain, negara tetap menggaji para anggota KPU yang masih menjabat.
“Berdasarkan data KPU RI dan membandingkan masa jabatan anggota KPU Provinsi pada 2023–2024 berbeda-beda. Ketidakseragaman masa jabatan ini akan berdampak pada banyaknya gelombang seleksi dan beragamnya waktu penyelenggaraan seleksi sehingga mengganggu konsentrasi pelaksanaan tahapan pemilihan umum serentak 2024. Demi penataan sistem penyelenggaraan pemilu yang baik, seharusnya rekrutmen anggota KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota dilaksanakan secara serentak di luar tahapan pemilu atau pada pra-elektoral. Oleh karenanya, perlu dilakukan upaya transisi dengan memperpanjang masa jabatan anggota KPU yang semula berakhir 2023 dan 2024 diperpanjang hingga selesainya tahapan pemilu serentak pada tahun 2024,” jelas Ikhwan dalam sidang perdana yang digelar di MK pada Senin (19/12/2022).
Dalam petitum, para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 10 Ayat (9) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: “Anggota KPU Provinsi, Anggota KPU Kabupaten/Kota yang berakhir masa jabatannya pada Tahun 2023 dan Tahun 2024 diperpanjang masa jabatanya sampai setelah selesainya Tahapan Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024”.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.