JAKARTA, HUMAS MKRI – Penentuan batas usia pensiun sepenuhnya merupakan kebijakan hukum terbuka kebijakan hukum pembentuk undang-undang yang sewaktu-waktu dapat diubah oleh pembentuk undang-undang sesuai dengan tuntutan kebutuhan perkembangan yang ada dan sesuai dengan jenis dan spesifikasi serta kualifikasi jabatan.
Demikian disampaikan oleh Staf Ahli bidang Politik & Hukum Kementerian PANRB Muhammad Imanuddin dalam sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) pada Senin (6/3/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan yang diregistrasi MK dengan Nomor 121/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Syamsudin Noer sebagai Pemohon I dan Triyono Edy Budhiarto sebagai Pemohon II. Kedua Pemohon merupakan PNS yang bertugas sebagai Pengadministrasi Registrasi Perkara dan Panitera Muda di MK.
Dikatakan Imanuddin, adanya perbedaan menetapkan usia pensiun Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti di MK dengan usia pensiun pejabat kepaniteraan yang terdapat di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara di tingkat pertama dan tingkat banding, merupakan penentuan kebijakan open legal policy sesuai jenis dan spesifikasi serta kualifikasi jabatan sesuai dengan karasteristik kelembagaannya.
“Mengenai batas usia pensiun Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti pada MK telah diatur dalam lingkup undang-undang pelaku kekuasaan kehakiman sesuai dengan jenis dan spesifikasi serta kualifikasi dalam Undang-Undang 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK,”ujarnya dihadapan pimpinan sidang pleno Ketua MK Anwar dengan didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya.
UU MK Beri Kepastian Hukum
Menurutnya, pasal a quo telah mengakomodir mengenai batas usia pensiun Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti pada Mahkamah Konstitusi sebagaimana halnya diatur dalam undang-undang pelaku kekuasaan kehakiman lainnya. Batas usia pensiun sebelumnya tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 namun berdasarkan Putusan MK Nomor 34/PUU-X/2012 batas usia pensiun Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti pada MK diatur dalam Undang-Undang 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sehingga telah memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum dengan memberikan batasan usia pensiun yaitu 62 tahun bagi panitera, panitera muda, dan panitera pengganti Mahkamah Konstitusi.
Lebih lanjut Pemerintah menerangkan, usia pensiun panitera, panitera muda, dan panitera pengganti MK oleh Pembentuk Undang-Undang telah menyesuaikan dengan apa yang menjadi pertimbangan hukum Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-X/2012.
Sehingga, berdasarkan penjelasan tersebut Pemerintah berkeyakinan bahwa menetapkan batas usia pensiun Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti MK yaitu 62 tahun sebagaimana ketentuan Pasal 7A ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK merupakan batas usia pensiun yang rasional dan adil sebagaimana pertimbangan hukum Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-X/2012.
“Begitu juga terhadap menetapkan usia pensiun Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti Mahkamah Konstitusi yaitu 62 tahun yang tidak sama dengan usia pensiun pejabat kepaniteraan yang terdapat di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara di tingkat pertama dan tingkat banding, bukan suatu perlakuan yang diskriminatif sebagai landasan kerugian konstitusional sehingga ketentuan Pasal 7A ayat (1) tidak bertentangan dengan UUDN RI Tahun 1945,” ungkap Imanuddin.
Beda Aturan Batas Usia Panitera
Imanuddin pun menegaskan, MA dan MK merupakan lembaga negara pelaksana kekuasaan kehakiman yang kedudukannya setara, namun tidak tepat apabila Pemohon menyebut adanya perbedaan norma hukum terhadap kedua lembaga kekuasaan kehakiman tersebut sebagai kerugian konstitusional dan bertentangan dengan UUD 1945. Majelis Hakim MK dalam putusan Nomor 34/PUU-X/2012 telah dengan sangat jelas menyebut dalam pertimbangannya alasan usia pensiun Panitera MK dipersamakan dengan jabatan kepaniteraan pada peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan tata usaha negara pada tingkat pertama dan tingkat banding adalah karena tidak diduduki hakim, tentunya berbeda dengan Panitera MA yang berasal dari hakim tinggi yang usia pensiunnya adalah 67 tahun.
Menurut Pemerintah, dalil Pemohon yang membandingkan antara usia pensiun Panitera di lingkungan MA dengan usia pensiun Panitera di lingkungan MK tidak serta merta dapat disamakan begitu saja dan menjadi dasar adanya unsur diskriminasi karena adanya perbedaan persyaratan untuk menjadi Panitera di MA bersumber dari Hakim Tinggi, sedangkan Panitera di MK bersumber dari PNS. Dengan demikian, Pemohon dalam permohonannya tidak dapat memberikan argumentasi yang dapat membuktikan Pasal 7A ayat (1) UU MK bertentangan dengan UUD 1945, karena dasar atau syarat untuk menjadi Panitera di MA dan MK berbeda sehingga apabila ada perbedaan tidak serta merta menjadikan pasal tersebut inkonstitusional.
“Dapat pula kami tambahkan bahwa sesungguhnya UU Mahkamah Agung tidak mengatur secara rinci dan detail mengenai batas usia pensiun jabatan panitera. Selain itu, UU No. 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum juga tidak mengatur mengenai batas usia pensiun bagi panitera di lingkungan MA, namun hanya mengatur Ketua, Wakil Ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan apabila telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan negeri, dan 67 (enam puluh tujuh) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pada Pengadilan Tinggi,”tandas Imanuddin.
Perbedaan Aturan Kualifikasi Jabatan
Selain itu, terdapat perbedaan pengaturan terkait kualifikasi personal yang dapat diangkat menjadi Panitera di lingkungan MA dan di lingkungan MK. Untuk panitera yang berada di lingkungan MA berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang MA disyaratkan untuk harus memiliki pengalaman sebagai hakim, sehingga dapat diartikan bahwa panitera MA harus seorang hakim (bukan ASN), selanjutnya berbeda dengan panitera di lingkungan MK yang dimandatkan oleh UU MK bahwa panitera merupakan jabatan fungsional, sehingga panitera di lingkungan MK tersebut adalah ASN. Jabatan Panitera di lingkungan MK tersebut bukan merupakan jabatan struktural, namun merupakan jabatan fungsional yang diberikan tugas tambahan untuk mengkoordinasikan atas pelaksanaan tugasnya, di samping itu jabatan fungsional tersebut dapat disetarakan dengan jabatan struktural ataupun JPT, namun demikian yang dapat disetarakan adalah hak keuangan dan fasilitas saja bukan penyetaraan jabatan secara keseluruhan.
Baca juga:
Panitera Muda MK Uji Ketentuan Batas Usia Pensiun Panitera
Panitera Muda MK Perbaiki Batu Uji Pengujian Ketentuan Batas Usia Pensiun
Pemerintah Belum Siap Beri Keterangan, Sidang Uji UU MK Ditunda
Sebelumnya, para Pemohon mempersoalkan Pasal 7A ayat (1) UU MK. Pasal 7A ayat (1) UU MK menyatakan, “Kepaniteraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 merupakan jabatan fungsional yang menjalankan tugas teknis administratif peradilan Mahkamah Konstitusi dengan usia pensiun 62 (enam puluh dua) tahun bagi panitera, panitera muda, dan panitera pengganti”. Pemohon mendalilkan dalam kenyataan hukum para pemohon menemukan adanya perbedaan usia pensiun antara panitera MK dengan usia pensiun panitera yang ada di Mahkamah Agung (MA). Para Pemohon mengajukan permohonan tersebut karena antara MA dan MK adalah lembaga negara yang sederajat sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan memiliki sumber kewenangan yang sama.
Dalam permohonannya, para Pemohon menjelaskan telah dirugikan secara konstitusional. Pemohon I di masa depan, pada saat menjadi Panitera Pengganti, Panitera Muda dan Panitera di lingkungan Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi tidak mendapatkan usia pensiun yang sama dengan Panitera, Panitera Muda dan Panitera Pengganti di Mahkamah Agung (MA), sedangkan Pemohon II saat ini tidak mendapatkan usia pensiun yang sama dengan Panitera Muda di MA, dan apabila di masa depan Pemohon II menjadi Panitera, Pemohon II tidak mendapatkan usia pensiun yang sama dengan Panitera di MA. Padahal keberadaan MA dan MK berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 merupakan Lembaga Negara pelaksana kekuasaan kehakiman yang kedudukannya sederajat.
Selain itu, para Pemohon memandang adanya norma a quo telah menimbulkan diskriminasi yang nyata kepada para Pemohon dimana norma a quo telah membedakan usia pensiun Panitera, Panitera Muda dan Panitera Pengganti di MK yakni 62 (enam puluh dua) tahun dengan ketentuan usia pensiun di MA. Untuk itu, MK diminta para Pemohon menyatakan Pasal 7A ayat (1) UU MK tidak bertentangan dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai usia pensiun 67 (enam puluh tujuh) tahun bagi Panitera dan Panitera Muda serta usia pensiun 65 (enam puluh lima) tahun bagi Panitera Pengganti. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F