JAKARTA, HUMAS MKRI – Persyaratan usia agar seseorang menduduki suatu jabatan dalam lembaga negara merupakan hal yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan sebagai bentuk tata tertib administrasi dan wujud kepastian hukum. Seorang calon pejabat negara diharapkan ketika memegang jabatan tertentu dapat menjalankan tugas dan kewajibannya secara bijak dan bertanggung jawab kepada masyarakat, bangsa dan negara.
Demikian disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR Supriansa dalam sidang ketiga pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (7/2/2023) di Ruang Sidang Pleno. Dikatakan Supriansa, persamaan di hadapan hukum bukan berarti mendudukan semua posisi yang sama tanpa adanya perbedaan melainkan memberikan pengakuan yang sama bagi siapa pun di hadapan hukum. Adanya perbedaan pengaturan mengenai batas usia pimpinan KPK pada UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan UU KPK perubahan kedua tentunya dibuat oleh pembentuk UU dengan mempertimbangkan aspek dan kondisi yang ada pada saat UU tersebut dibentuk dan diharapkan oleh pembentuk UU pada seorang pimpinan KPK terpilih nantinya serta implikasinya terhadap pelaksanaan tugas KPK.
“Petitum pemohon yang meminta MK untuk memberikan peraturan baru dalam pengaturan pasal a quo justru memiliki konsekuensi persyaratan batasan usia yang diatur oleh pembentuk UU menjadi tidak jelas jika juga dimaknai telah berpengalaman menjadi pimpinan KPK,” ujar Supriansa di hadapan Ketua Pleno MK Anwar Usman dengan didampingi tujuh Hakim Konstitusi lainnya.
Menurut Supriansa, ketentuan batasan usia dalam Pasal 29 huruf (e) UU KPK memang dimaksudkan oleh pembentuk UU berlaku untuk semua orang tanpa memandang seseorang tersebut pernah menjadi pimpinan KPK atau belum. Jika dimaknai seperti petitum yang dimohonkan oleh Pemohon, maka seakan-akan lebih memperioritaskan pengalaman sebagai pimpinan KPK meskipun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 huruf (e) UU KPK.
Selain itu, sambung Supriansa, pemohon masih dijamin haknya untuk mengajukan diri kembali sebagai pimpinan KPK sepanjang memenuhi persyaratan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan khususnya mengenai ketentuan batas usia sebagaimana diatur Pasal 29 huruf (e) UU KPK. Oleh karena itu, persyaratan usia sebagaimana diatur dalam pasal tersebut tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Kemudian Supriansa juga menegaskan, Pemohon perlu memahami terlebih dahulu makna diskriminatif sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UU HAM. Dengan demikian diskriminasi harus diartikan sebagai setiap pembatasan atau pengecualian yang didasarkan pada perbedaan atas dasar agama, ras, jenis kelamin, bahasa dan keyakinan politik.
Baca juga:
Nurul Ghufron Uji Aturan Batas Usia Pimpinan KPK
Nurul Ghufron Perbaiki Permohonan Uji Aturan Batas Usia Pimpinan KPK
Sebelumnya, Nurul Ghufron selaku Pemohon merupakan Wakil Ketua KPK yang telah diangkat memenuhi kualifikasi berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2022 (UU KPK pertama). Akan tetapi, dengan berlakunya Pasal 29 huruf (e) UU KPK telah mengurangi hak konstitusional Pemohon. Berlakunya ketentuan pasal a quo yang semula mensyaratkan usia paling rendah 40 tahun dan paling tinggi 65 tahun, setelah perubahan menjadi paling rendah adalah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun mengakibatkan pemohon yang usianya belum mencapai 50 tahun tidak dapat mencalonkan diri kembali menjadi pimpinan KPK untuk periode yang akan datang. Hal ini kontradiktif dengan Pasal 34 UU Nomor 30 Tahun 2002.
Dalam permohonannya, Pemohon menjelaskan bahwa dirinya telah dirugikan secara konstitusional untuk mencalonkan diri sebagai Pimpinan KPK pada masa jabatan selanjutnya. Pemohon meyakini bahwa aturan pembatasan usia minimal menduduki jabatan pemerintahan memiliki makna agar pemangku kepentingan terpilih tersebut adalah orang sudah memiliki kedewasaan. Sehingga, menurut Pemohon, orang yang telah berpengalaman dalam suatu jabatan harus pula dipandang “telah memenuhi syarat secara hukum” untuk memenui jabatan tersebut. Adapun dengan berlakunya pasal a quo, Pemohon berpandangan bahwa dirinya telah kehilangan hak atas kepastian hukum yang adil, perlakuan yang sama di hadapan hukum, serta untuk memperoleh pekerjaan dengan perlakuan yang adil. Untuk itu, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 29 huruf e UU KPK inkonstitusional secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak juga terdapat ketentuan “berpengalaman sebagai Pimpinan KPK” pada Pasal 29 huruf (e) UU KPK. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayudhita