JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan dari Malaysian Bar dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Peserta kunjungan 50 orang dari dua organisasi advokat tersebut diterima oleh Asisten Ahli Hakim Konstitusi, Zaka Firma Aditya, di Aula Gedung 1 MK., Kamis (2/1/2023)
Pada kesempatan itu, Zaka menerangkan mengenai MK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Ia mengatakan, MK merupakan buah perjuangan dari reformasi. “MK baru berusia 20 tahun, masih belia,” kata Zaka di hadapan President of Malaysian Bar, Karen Cheah Yee Lynn dan para peserta.
Lebih lanjut Zaka menjelaskan perjalanan bangsa Indonesia dalam upaya melahirkan sebuah lembaga yang diberikan kewenangan untuk menguji undang-undang (UU) terhadap UUD 1945. Bermula dari usul Moh. Yamin mengenai perlu adanya Balai Agung yang diberi kewenangan untuk membanding UU, hingga terbentuknya Mahkamah Konstitusi pada 2003.
Setelah amendemen UUD 1945, jelas Zaka, kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman tersebut dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung (MA) dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, jelas Zaka, MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD; memutus pembubaran parpol; memutus perselisihan tentang hasil pemilu; dan memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Seiring dengan peran MK dalam rentang waktu awal berdirinya, MK pasca-putusan 85/PUU-XX/2022 yang membatalkan Pasal 157 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2016, maka MK berwenang memeriksa dan memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Dengan kata lain, MK berwenang mengadili perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHPKada).
Selain itu, Zaka juga menerangkan mengenai hukum acara MK. Di antaranya, dalam pemberian kuasa beracara di MK, Pemohon dan/atau Termohon (dalam kaitannya dengan sidang PHPU/Pilkada) dapat diwakili oleh kuasa hukum. Sedangkan lembaga negara, Pemohon dapat diwakili oleh pejabat yang ditunjuk atau kuasanya.
Dalam pengujian undang-undang dikenal dengan istilah “permohonan”, bukan “gugatan”. Karena pada hakikatnya hanya ada satu pihak yaitu Pemohon. Presiden/Pemerintah dan DPR dan lembaga negara lainya bukan sebagai Pihak Termohon, namun hanya sebagai pemberi keterangan. Selain itu, Putusan MK bersifat erga omnes meskipun dimohonkan oleh perorangan/individu, namun keberlakuan putusan secara umum dan memengaruhi hukum di Indonesia.
Selanjutnya, kata Zaka, yang dapat mengajukan sebagai Pemohon di persidangan MK, pertama adalah perorangan warga negara. Berikutnya, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum publik atau privat, serta lembaga negara. Permohonan ke MK dapat dilakukan secara offline atau datang langsung ke MK maupun secara online. Kemudian mengenai pemberian kuasa untuk persidangan di MK, sambung Zaka, Pemohon dan atau Termohon dapat didampingi kuasa, sedangkan badan hukum publik atau privat bisa didampingi kuasa atau menunjuk kuasa.
Pada saat pemeriksaan pendahuluan, MK memeriksa sesuai dengan hukum acara MK. Baik memeriksa kedudukan hukum dan lain sebagainya. Dalam persidangan pendahuluan itu, Hakim menyarankan pemohon untuk memperbaiki permohonannya. Selanjutnya pemeriksaan persidangan hingga terakhir pengucapan putusan.
“Ketika UU dianggap bertentangan UUD, MK juga mempunyai putusan bersyarat jadi tidak hanya ditolak, tidak dapat diterima dan dikabul saja. Jadi, itu varian-varian putusan yang berkembang, “terang Zaka.
Dalam sesi diskusi, terdapat peserta yang menanyakan apakah MK pernah menangani perkara yang berkaitan dengan Syariah. Terkait hal itu, Zaka menerangkan bahwa MK menangani semua perkara tidak hanya yang berkaitan dengan politik namun juga pernah menangani perkara syariah yakni mengenai Perbankan Syariah dan lainnya.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.