JAKARTA, HUMAS MKRI - Sejumlah 17 mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) datang berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (30/1/2023). Asisten Ahli Hakim Konstitusi (Asli) Ananthia Ayu Devitasari menerima kunjungan para mahasiswa dengan menyajikan paparan berjudul “Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia”.
Ayu mengajak para mahasiswa memahami lebih dahulu tentang sejarah terbentuknya MK. Dikatakan Ayu, pada masa awal Indonesia merdeka konsep tentang adanya badan khusus yang dapat menguji produk hukum yang dihasilkan pembuat undang-undang telah dicetuskan oleh M. Yamin yang mengusulkan konsep adanya Balai Agung yang dapat menguji undang-undang. Namun ide ini ditolak karena Indonesia saat itu menganut pembagian kekuasaan. Kemudian, tugas hakim adalah menerapkan undang-undang, bukan menguji Undang-undang. Selain itu, kewenangan hakim untuk melakukan pengujian undang-undang bertentangan dengan konsep supremasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Di hadapan Dekan Fakultas Hukum Faisal yang juga hadir mendampingi para mahasiswa di Aula Gedung 1 MK, Ayu melanjutkan paparan bahwa seiring bergulirnya waktu dan pemerintahan, tuntutan akan adanya lembaga khusus ini pun kembali mencuat saat reformasi dengan tuntutan agar dilakukannya amendemen UUD 1945. Maka, tuntutan tersebut pun terlaksana pada amendemen ketiga UUD 1945 yang disahkan pada 9 November 2001 dengan amanat lahirnya MK pada 13 Agustus 2003 yang kewenangannya tertuang dalam Pasal 24C UUD 1945. Berikutnya Ayu membicarakan tentang wujud lembaga-lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945 yang telah diamendemen. MK termasuk lembaga yang hadir dalam sebagai pembaruan dari sistem ketatanegaraan ini.
Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 tersebut, jelas Ayu, MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD; memutus pembubaran parpol; memutus perselisihan tentang hasil pemilu; dan memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Seiring dengan peran MK dalam rentang waktu awal berdirinya, MK pasca-putusan 85/PUU-XX/2022 yang membatalkan Pasal 157 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2016, maka MK berwenang memeriksa dan memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Dengan kata lain, MK berwenang mengadili PHPKada.
Di sela-sela diskusi beberapa mahasiswa tertarik untuk mendiskusikan batu uji terkait pengujian formil. Berbeda dengan pengujian materiil yang memeriksa dan menilai konstitusionalitas substansi norma dalam undang-undang, pengujian formil menguji terkait proses pembentukan perundang-undangannya. Ayu kemudian menjelaskan untuk pengujian formil batu uji yang digunakan adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan proses pembentukan peraturan perundang-undangan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur mekanisme atau formil prosedural. Undang-undang terkait pembentukan perundang-undangan merupakan delegasi kewenangan menurut konstitusi, maka peraturan perundang-undangan itu dapat dipergunakan atau dipertimbangkan sebagai tolok ukur atau batu uji dalam pengujian formil.
Selanjutnya, Dekan FH UMSU Faisal juga tertarik menanyakan mengenai legal standing anggota dewan dan partai politik dalam pengujian undang-undang. Ayu kemudian menjelaskan dalam putusan MK, kedudukan hukum anggota DPR dan partai politik dapat diberikan jika merupakan pihak yang secara langsung dan spesifik mengalami kerugian konstitusional. Selain itu, kedudukan hukum yang diberikan kepada anggota dewan dalam posisinya sebagai warga negara ketika mengalami kerugian konstitusional secara pribadi yang tidak terkait langsung dengan jabatannya. Kedudukan hukum seperti ini dapat dipahami dengan pertimbangan, jabatan anggota dewan bukan berarti menghilangkan hak-hak konstitusional seseorang sebagai warga negara yang dapat melakukan pengujian undang-undang kepada Mahkamah.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.