JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (14/12/2022) di Ruang Sidang Panel. Perkara Nomor 112/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dan Daniel Yusmic P. Foekh tersebut, Periati Br Ginting selaku kuasa hukum mengatakan telah memperbaiki permohonan. “Kami melakukan beberapa perbaikan dan perubahan dan juga ada penambahan objek pengujian,” ujarnya.
Periati menyebut, beberapa perubahan terdapat pada objek permohonan dengan menambahkan Pasal 34 UU KPK. Kemudian, pada bagian legal standing kerugian konstitusional dibagi menjadi tiga poin. “Pada alasan permohonan karena objek permohonannya kami tambah, maka dibagi dua juga. Kemudian kami masukan perbandingan dengan perkara terdahulu dan kemudian petitum,” jelasnya.
Sementara kuasa hukum Pemohon lainnya, Walidi menyebut pada halaman 17 terkait dengan perubahan tentang ketentuan batas usia yang semula 40 tahun menjadi 50 tahun. Menurutnya, hal itu merugikan pemohon karena pemohon kehilangan haknya untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil. “Karena pemohon memiliki hak untuk dipilih kembali. Namun atas berlakunya perubahan usia menjadi terhalangi atas tertunda waktunya. Dan hal ini melanggar Pasal 28D UUD 1945,” terangnya.
Dalam sidang tersebut, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah mengatakan perubahan ketentuan batas usia pension dari 40 tahun menjadi 50 tahun merupakan kebijakan hukum terbuka, namun dihadapkan dengan kerugian dari Pemohon.
“Sehingga karena ada kerugian konstitusional, anda berkesimpulan norma ini bertentangan dengan UUD 1945 tetapi sudah menyebut open legal policy. Norma dari perubahan 40 menjadi 50 itu open legal policy, tetapi open legal policy itu membuat pemohon dirugikan karena itu Anda berkesimpulan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), (2) dan (3) (UUD 1945, red.) kan begitu ya konstruksi berpikirnya. Apakah sudah begitu konstruksi berpikirnya? Dan ini ada tambahan dari yang sebelumnya di permohonan awal ini kemudian ada tambahan petitumnya kaitannya yang tadinya tidak ada soal 4 tahun minta supaya menjadi 5 tahun. Mungkin itu nanti sekiranya di RPH nanti kita lihat perkembangannya mengenai ketentuan tersebut,” ungkap Guntur.
Baca juga: Nurul Ghufron Uji Aturan Batas Usia Pimpinan KPK
Sebelumnya, Nurul Ghufron selaku Pemohon merupakan Wakil Ketua KPK yang telah diangkat memenuhi kualifikasi berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2022 (UU KPK pertama). Akan tetapi, dengan berlakunya Pasal 29 huruf (e) UU KPK telah mengurangi hak konstitusional Pemohon. Berlakunya ketentuan pasal a quo yang semula mensyaratkan usia paling rendah 40 tahun dan paling tinggi 65 tahun, setelah perubahan menjadi paling rendah adalah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun mengakibatkan pemohon yang usianya belum mencapai 50 tahun tidak dapat mencalonkan diri kembali menjadi pimpinan KPK untuk periode yang akan datang. Hal ini kontradiktif dengan Pasal 34 UU Nomor 30 Tahun 2002.
Dalam permohonannya, Pemohon menjelaskan bahwa dirinya telah dirugikan secara konstitusional untuk mencalonkan diri sebagai Pimpinan KPK pada masa jabatan selanjutnya. Pemohon meyakini bahwa aturan pembatasan usia minimal menduduki jabatan pemerintahan memiliki makna agar pemangku kepentingan terpilih tersebut adalah orang sudah memiliki kedewasaan. Sehingga, menurut Pemohon, orang yang telah berpengalaman dalam suatu jabatan harus pula dipandang “telah memenuhi syarat secara hukum” untuk memenui jabatan tersebut. Adapun dengan berlakunya pasal a quo, Pemohon berpandangan bahwa dirinya telah kehilangan hak atas kepastian hukum yang adil, perlakuan yang sama di hadapan hukum, serta untuk memperoleh pekerjaan dengan perlakuan yang adil. Untuk itu, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 29 huruf e UU KPK inkonstitusional secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak juga terdapat ketentuan “berpengalaman sebagai Pimpinan KPK” pada Pasal 29 huruf (e) UU KPK.
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayudhita