JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan terhadap permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) pada Selasa (13/12/2022). Permohonan yang diregistrasi MK dengan Nomor 121/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Syamsudin Noer sebagai Pemohon I dan Triyono Edy Budhiarto sebagai Pemohon II.
Kedua Pemohon merupakan PNS yang bertugas sebagai Pengadministrasi Registrasi Perkara dan Panitera Muda di MK mempersoalkan norma sebagai berikut Pasal 7A ayat (1) UU MK. Pasal 7A ayat (1) UU MK menyatakan, “Kepaniteraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 merupakan jabatan fungsional yang menjalankan tugas teknis administratif peradilan Mahkamah Konstitusi dengan usia pensiun 62 (enam puluh dua) tahun bagi panitera, panitera muda, dan panitera pengganti”.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Suhartoyo, Pemohon yang diwakili oleh Muhammad Zen Al-Faqih menyampaikan dalam kenyataan hukum para pemohon menemukan adanya perbedaan usia pensiun antara panitera MK dengan usia pensiun panitera yang ada di Mahkamah Agung (MA).
“Di dalam permohonan sudah diterangkan alasan-alasan hukumnya termasuk kami sudah buatkan tabel-tabel yang menjadi dasar kenapa permohonan ini kami ajukan. Harapan kami dengan adanya permohonan pengujian ini maka hak konstitusional dari para principal kami yang ada di Kepaniteraan MK itu hak-hak konstitusionalnya dapat terpenuhi dengan dikabulkannya permohonan ini. Dan itu sudah kami jelaskan permintaan kami di bagian petitum,” ujar Zen.
Menurut Zen, para Pemohon mengajukan permohonan tersebut karena antara MA dan MK adalah lembaga negara yang sederajat sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan memiliki sumber kewenangan yang sama. “Adapun Kepaniteraan antara MA dan MK kelembagaannya kami melihatnya sama karena sumber kewenangannya bersumber dari UU,” tegasnya.
Dalam permohonannya, para Pemohon menjelaskan telah dirugikan secara konstitusional. Pemohon I di masa depan, pada saat menjadi Panitera Pengganti, Panitera Muda dan Panitera di lingkungan Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi tidak mendapatkan usia pensiun yang sama dengan Panitera, Panitera Muda dan Panitera Pengganti di Mahkamah Agung (MA), sedangkan Pemohon II saat ini tidak mendapatkan usia pensiun yang sama dengan Panitera Muda di MA, dan apabila di masa depan Pemohon II menjadi Panitera, Pemohon II tidak mendapatkan usia pensiun yang sama dengan Panitera di MA. Padahal keberadaan MA dan MK berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 merupakan Lembaga Negara pelaksana kekuasaan kehakiman yang kedudukannya sederajat.
Selain itu, para Pemohon memandang adanya norma tersebut telah menimbulkan diskriminasi yang nyata kepada para Pemohon karena norma tersebut telah membedakan usia pensiun Panitera, Panitera Muda dan Panitera Pengganti di MK yakni 62 (enam puluh dua) tahun dengan ketentuan usia pensiun di MA. Untuk itu, MK diminta para Pemohon menyatakan Pasal 7A ayat (1) UU MK tidak bertentangan dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai usia pensiun 67 (enam puluh tujuh) tahun bagi Panitera dan Panitera Muda serta usia pensiun 65 (enam puluh lima) tahun bagi Panitera Pengganti.
Nasihat Hakim
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih meminta para pemohon untuk memperkuat kerugian hak konstitusional yang dialami berkaitan dengan ketidakpastian dan diskriminasi yang dijadikan ukuran. “Ketika dijadikan diskriminasi sebagai ukuran nanti akan beririsan dengan posita. Tolong Anda perhatikan bahwa betul memang Pasal 24 itu dinaytakan pemegang kekuasaan kehakiman itu adalah Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi tetapi berkenaan dengan panitera di MA itu anda lihat bagaimana prosesnya untuk pengisian kepaniteraan. Karena kepaniteraan di MA itu bersumber dari hakim sebetulnya. Nah itu yang membedakan dengan di MK. Bagaimana kemudian Anda bisa menjelaskan disitu bahwa ini ada irisan berkaitan dengan kerugian hak konstitusional terkait dengan diskriminasi ini. Tolong nanti dijelaskan berkaitan dengan syarat-ssyarat hak konstitusional itu,” terang Enny.
Hal yang sama dikatakan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo. Ia menyarankan para Pemohon untuk menjelaskan kedudukan hukum Pemohon yang mana terdapat dua Pemohon, yakni Pemohon I dan Pemohon II.
“Hanya pada bagian legal standing mungkin perlu dijelaskan kerugian Pemohon I ini seperti apa, apakah aktual, potensial ataukah seperti apa. Karena dalam pengujian ketika permohonan usia panitera di permohonan yang pernah masuk di MK dan pernah dikabulkan itu dari sekian Pemohon hanya berapa diberikan dan apa yang tidak. Coba dikomparasi ke sana, karena untuk Pemohon I ini meskipun pernah jadi panitera pengganti atau jangkauan untuk mencapai untuk jadi panitera pengganti atau panitera muda bahkan panitera tingkat terdesakannya sejauh mana juga harus dijelaskan dalam meneguhkan legal standing itu. Ya kalau sebatas potensial itu misalnya seperti apa. Sementara Pemohon II masih aktif sebagai panitera muda di MK tentu juga tidak bisa dilepaskan bagaimana ketentuan yang berkaitan dengan perbuatan hukum baik secara pribadi maupun jabatannya ketika harus menggunakan hak itu baik di dalam maupun di luar pengadilan apakah harus ada izin dari atasan atau tidak itu dicermati bagaimana berkaitan dengan itu,” urai Suhartoyo.
Sebelum menutup persidangan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams mengatakan para pemohon diberi waktu 14 hari kerja untuk melakukan perbaikan. Perbaikan permohonan selambatnya diterima Kepaniteraan MK pada 26 Desember 2022 pukul 14.30 WIB.(*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F