JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materiil Pasal 36E ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (UU PKH) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), pada Selasa (28/11/2022) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan perkara Nomor 105/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Teguh Boediyana (Pemohon I), Gun Gun Muhamad Lutfi Nugraha (Pemohon II), Ferry Kusmawan (Pemohon III), dan Irfan Arif (Pemohon IV) yang merupakan peternak sapi.
Adapun norma yang diujikan adalah Pasal 36E UU PKH yang berbunyi, “1. Dalam hal tertentu, dengan tetap memerhatikan kepentingan nasional, dapat dilakukan pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan dari suatu negara atau zona dalam suatu negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan. 2. Ketentuan lebih lanjut mengenai dalam hal tertentu dan tata cara pemasukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
Dalam sidang yang digelar secara daring, kuasa hukum para Pemohon, Hermawanto menyebutkan telah memperbaiki permohonan sesuai dengan saran dari MK. “Kami melakukan perubahan banyak sekali, Yang Mulia. Yang pertama, berkaitan dengan judul kami ubah. Judul kami hapus termasuk dalam perihal. Kami mengikuti apa yang disampaikan MK. Kemudian berkaitan dengan susunan permohonan yang diatur dalam PMK Nomor 2 tahun 2021,”ujar Hermawanto.
Ia juga mengatakan, Pemohon belum dapat menyampaikan bukti Pemohon sebagai peternak. Menurutnya, Pemohon mengalami kesulitan karena Pemohon adalah peternak rakyat dan Pemohon tidak ada satu pun memiliki bukti izin usaha sebagai peternak. “Kami hanya memiliki seperti pak Teguh 2 ekor sapi yang dititipkan. Seperti itu dan rata-rata kami semua selaku Pemohon tidak memiliki izin usaha sebagai pengusaha peternakan tapi kami punya ternak,”jelasnya.
Sebelumnya, dalam sidang pendahuluan (14/11/2022) Pemohon menilai, UU PKH diartikan secara keliru, disalahgunakan bahkan disengaja untuk terus menerus melakukan impor produk hewan dari negara-negara yang tidak bebas penyakit menular (PMK). Padahal importasi dari negara yang tidak bebas PMK hanya untuk tindakan sementara. Tidak adanya keadaan mendesak namun Pemerintah secara terus-menerus melakukan impor dari negara yang tidak bebas PMK, mengakibatkan sekarang Indonesia kembali terjangkit wabah PMK.
Fakta masuknya PMK ke Indonesia telah berakibat kerugian pada peternak dan juga jutaan peternak kecil yang ternaknya baik berupa sapi, kerbau, kambing dan domba serta itik/ayam yang berfungsi sebagai sumber kehidupan ekonomi serta tabungan dan kekayaan mereka.
Menurut Pemohon, masuknya daging murah dari berbagai negara yang belum bebas dari Penyakit Hewan Menular Utama (PHMU) akan memukul usaha peternakan sapi rakyat karena harga yang sangat rendah. Pada akhirnya menghancurkan perekonomian para peternak termasuk Pemohon.
Dalam Petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah menyatakan frasa “dalam hal tertentu” dalam Pasal 36E ayat (1) dan (2) UU PKH bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “keadaan mendesak akibat bencana sebagaimana undang-undang penanggulangan bencana“. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: M. Halim