JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian materiil Pasal 36E ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (UU PKH) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), pada Senin (14/11/2022) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan perkara Nomor 105/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Teguh Boediyana (Pemohon I), Gun Gun Muhamad Lutfi Nugraha (Pemohon II), Ferry Kusmawan (Pemohon III), dan Irfan Arif (Pemohon IV) yang merupakan peternak sapi.
Adapun norma yang diujikan adalah Pasal 36E UU PKH yang berbunyi, “1. Dalam hal tertentu, dengan tetap memerhatikan kepentingan nasional, dapat dilakukan pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan dari suatu negara atau zona dalam suatu negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan. 2. Ketentuan lebih lanjut mengenai dalam hal tertentu dan tata cara pemasukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
Dalam sidang yang digelar secara daring, kuasa hukum para Pemohon, Hermawanto menyebutkan UU PKH telah diartikan secara keliru, disalahgunakan bahkan disengaja untuk terus menerus melakukan impor produk hewan dari negara-negara yang tidak bebas penyakit menular (PMK). Padahal importasi dari negara yang tidak bebas PMK hanya untuk tindakan sementara. Tidak adanya keadaan mendesak namun Pemerintah secara terus menerus melakukan impor dari negara yang tidak bebas PMK, mengakibatkan sekarang Indonesia kembali terjangkit wabah PMK.
“Bahwa fakta masuknya PMK ke Indonesia telah berakibat kerugian pada peternak dan juga jutaan peternak kecil yang ternaknya baik berupa sapi, kerbau, kambing dan domba serta itik/ayam yang berfungsi sebagai sumber kehidupan ekonomi serta tabungan dan kekayaan mereka,” jelasnya
Masuknya daging murah dari berbagai negara yang belum bebas dari Penyakit Hewan Menular Utama (PHMU) akan memukul usaha peternakan sapi rakyat karena harga yang sangat rendah. “Pada akhirnya menghancurkan perekonomian para peternak termasuk Pemohon,” tambah Hermawanto
Dalam Petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah menyatakan frasa “dalam hal tertentu” dalam Pasal 36E ayat (1) dan (2) UU PKH bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “keadaan mendesak akibat bencana sebagaimana undang-undang penanggulangan bencana“
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan, Hakim Konstitusi Saldi Isra menasihati agar para Pemohon dapat menyesuaikan struktur permohonan sesuai Hukum acara MK terkait pengujian UU terhadap UUD 1945. “Jika dilihat dari permohonan Saudara ini banyak yang melebih-lebihkan dari struktur yang diatur dalam PMK No. 2 tahun 2021 tersebut,” jelas Saldi
Senada dengan Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menambahkan agar struktur permohonan para Pemohon berpedoman pada Pasal 10 Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 2 tahun 2021 Tata Beracara dalam Perkara Pengujian UndangUndang. “Jadi itu sesuai dengan tadi, sudah disebutkan pedoman kita kan PMK No. 2 tahun 2021 coba dibaca pasal 10 itu disitu lengkap,” tegas Manahan
Sedangkan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh yang dalam persidangan ini bertindak selaku ketua panel, meminta para Pemohon agar memperhatikan kembali norma yang diujikan, apakah hanya Pasal 36E ayat 1 dan ayat 2 saja atau Pasal 36E ayat 1 dan ayat 2 ditambah dengan penjelasan. “Nah itu harus jelas kalau dari perihal itu sehingga nanti akan tergambar di kedudukan hukum, alasan permohonan, posita hingga petitum,” jelasnya.
Sebelum menutup persidangan, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh memberikan kesempatan kepada para Pemohon untuk melakukan perbaikan permohonan. Daniel menginformasikan batas waktu terakhir memasukkan perbaikan permohonan yaitu pada Senin 28 November 2022 pukul 13.30 WIB.
Penulis: Bayu Wicaksono.
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.