JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan) masih berlanjut di Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan ini diajukan oleh enam orang jaksa yaitu Irnensif (Pemohon I), Zulhadi Savitri Noor (Pemohon II), Wilmar Ambarita (Pemohon III), Renny Ariyanny (Pemohon IV), Indrayati Siagian (Pemohon V), dan Fahriani Suyuthi (Pemohon VI).
Setelah pleno hakim konstitusi menggelar persidangan untuk mendengar keterangan Kejaksaan Agung selaku Pihak Terkait, dan keterangan Ahli Pemohon, tanpa jeda waktu, sidang dilanjutkan dengan pengucapan putusan sela, pada Selasa (11/10/2022). Dalam amar putusan, Mahkamah mengabulkan permohonan provisi para Pemohon.
“Amar putusan, mengadili sebelum menjatuhkan putusan akhir; 1. Mengabulkan permohonan provisi para Pemohon; 2. Menyatakan menunda berlakunya Pasal 40A Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6755) berlaku sejak putusan ini diucapkan,” kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan Putusan Sela Nomor 70-PS/PUU-XX/2022 dalam persidangan yang digelar secara daring.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo, MK mengatakan, pelaksanaan Pasal 40A UU Kejaksaan yang telah berjalan sepanjang tahun 2022, Pemohon I, Pemohon II dan Pemohon III telah diberhentikan dengan normal berdasarkan ketentuan pasal tersebut. Menurut MK, ketiga pemohon telah berusia 60 tahun. Jika mendasarkan pada pasal tersebut, Pemohon IV dan Pemohon V yang dalam waktu dekat akan berusia 60 tahun maka juga akan diberhentikan dengan hormat sebagaimana yang dialami oleh Pemohon I, Pemohon II dan Pemohon III. Sedangkan Pemohon VI masih memiliki waktu yang lebih panjang sampai dengan genap berusia 60 tahun.
Fakta tersebut menurut MK, potensial akan menimbulkan pelanggaran atas jaminan perlakuan yang sama di hadapan hukum dan jaminan kepastian hukum yang adil. Selain itu, hak konstitusional para Pemohon tersebut terancam tidak dapat dipulihkan kembali. Pemberhentian dengan hormat akan memiliki banyak konsekuensi bagi seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang mana konsekuensi tersebut secara logis menimbulkan kerugian pada yang bersangkutan.
“Seandainya permohonan para Pemohon dikabulkan dan norma a quo dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 maka akan sulit memulihkan hak para Pemohon yang telah hilang. Untuk itu, menurut Mahkamah Putusan Sela diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum pada para Pemohon serta mencegah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia saat suatu norma hukum diterapkan sementara pemeriksaan atas pokok permohonan masih berjalan padahal hak-hak konstitusional Pemohon yang dirugikan akan sulit dipulihkan dalam putusan akhir,” kata Suhartoyo.
Lebih lanjut Suhartoyo mengatakan, putusan sela diperlukan untuk mencegah kemungkinan kerugian konstitusional pemohon apabila diberhentikan dengan hormat saat berusia 60 tahun dengan mendasarkan Pasal 40A UU Kejaksaan, padahal norma yang menjadi dasar pemberhentian dimaksud sedang dalam proses pemeriksaan dalam pengujian UU di MK. Sehingga berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas guna mencegah semakin banyaknya jaksa yang akan terdampak dengan ketentuan tersebut sebelum dinilai konstitusionalitasnya, MK berpendapat permohonan provisi beralasan menurut hukum.
Baca juga:
Para Jaksa Persoalkan Batas Usia Pensiun
Para Jaksa Perbaiki Permohonan Soal Batas Usia Pensiun
Perubahan Batas Usia Pensiun Jaksa Berdasarkan Evaluasi Kinerja
MK Jatuhkan Putusan Sela Soal Batas Usia Pensiun Jaksa
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 70/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian materiil UU Kejaksaan diajukan oleh enam orang jaksa. Mereka adalah Irnensif (Pemohon I), Zulhadi Savitri Noor (Pemohon II), Wilmar Ambarita (Pemohon III), Renny Ariyanny (Pemohon IV), Indrayati Siagian (Pemohon V), dan Fahriani Suyuthi (Pemohon VI). Adapun materi yang dimohonkan pengujian yaitu Pasal 40A UU Kejaksaan.
Pasal 40A UU Kejaksaan menyatakan, “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, pemberhentian Jaksa yang berusia 60 (enam puluh) tahun atau lebih tetap mengikuti ketentuan batas usia pensiun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401).”
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Selasa (19/7/2022), Viktor Santoso Tandiasa selaku kuasa hukum para Pemohon mengatakan berlakunya UU Kejaksaan mengakibatkan kerugian pada para Pemohon. Pemohon I genap berusia 60 tahun pada 1 Maret 2022. Pemohon II genap berusia 60 tahun pada 3 Maret 2022. Pemohon III genap berusia 60 tahun pada 16 April 2022. Berdasarkan norma tersebut, Pemohon I-III terkena dampak langsung memasuki masa pensiun.
“Selain itu, berlakunya norma a quo telah menghambat karir dan prestasi kenaikan jabatan bagi Pemohon I, Pemohon II, Pemohon III,” kata Viktor.
Begitu pula Pemohon IV dan Pemohon V yang mempunyai kepentingan yang sama sebagai jaksa. Pemohon IV akan genap berusia 60 tahun pada 24 November 2022. Pemohon V akan genap berusia 60 tahun pada 24 Oktober 2022.
Berdasarkan ketentuan UU Kejaksaan tersebut, lanjut Viktor, Pemohon IV dan Pemohon V akan dipaksa berhenti dengan hormat. Ketentuan tersebut menghambat karir dan prestasi kenaikan jabatan Pemohon IV dan V .
“Dengan ketentuan tersebut, para Pemohon tidak mendapat jaminan dan perlindungan hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Selain itu, sebagai warga negara juga tidak memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945,” tandas Viktor.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Raisa Ayudhita.