JAKARTA, HUMAS MKRI – Penjelasan Pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menurut para Pemohon memberikan legitimasi atas perkawinan beda agama. Hal ini menyebabkan para Pemohon merasa resah. Namun menurut Mahkamah, hal tersebut merupakan asumsi yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Demikian bunyi salah satu pertimbangan hukum Mahkamah yang dibacakan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam Sidang Pengucapan Putusan Nomor 71/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang digelar di Mahkamah Konstitusi pada Kamis (29/9/2022) secara daring.
Permohonan ini diajukan oleh Emir Dhia Isad (Pemohon I), Syukrian Rahmatul’ula (Pemohon II), dan Rahmat Ramdani (Pemohon III). Para Pemohon mempersoalkan ketentuan Penjelasan Pasal 35 huruf a UU Adminduk yang memperbolehkan suatu perkawinan tanpa didahului dengan ritual agama sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan.
Penjelasan Pasal 35 huruf a UU Administrasi Kependudukan menyatakan: “Yang dimaksud dengan “Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan” adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama.”
Para Pemohon menilai Penjelasan dari Pasal 35 huruf a UU Administrasi Kependudukan tersebut bertentangan dengan nilai-nilai filosofi konstitusional yang secara tersirat pada Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 dan sila pertama Pancasila yang dicantumkan dalam Pembukaan UUD 1945. Menurut Pemohon I, Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 tersebut mengandung makna negara berkewajiban untuk membuat segala bentuk peraturan perundang-undangan agar melakukan kebijakan bagi pelaksanaan wujud rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bahwa UUD 1945 tidak memisahkan agama dengan negara dan kebebasan beragama dijamin oleh negara.
Sementara Pemohon II menyatakan kata “keluarga” sebagaimana dijamin dalam Pasal 28B ayat (1) UUD 1945 serta Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 tidak dapat semata-mata dimaknai sebagai bentuk hubungan lahiriah/biologis antara seorang ibu-bapak dan anak-anak, melainkan pula terkandung unsur-unsur psikologis, keagamaan, keamanan dan pendidikan yang terkandung dalam hubungan keluarga sebagai sebuah institusi konstitusional yang diakui oleh Negara karena ketahanan keluarga berpengaruh langsung terhadap Ketahanan Nasional. Dengan demikian, Pemohon menilai perkawinan beda agama menimbulkan akibat hukum karena tidak sah menurut masing-masing agama dan UU Perkawinan. Dengan adanya perkawinan yang tidak sah tersebut, membawa akibat terhadap status dan kedudukan anak. Maka, berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Adminduk tersebut, anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Oleh karena perkawinan kedua orang tuanya tidak sah menurut hukum agama atau hukum perkawinan, maka anak yang dilahirkan dari perkawinan berbeda agama adalah anak tidak sah atau anak luar kawin.
Atas uraian permohonan para Pemohon pada Sidang Pemeriksaan Pendahuluan pada 21 Juli 2022 lalu tersebut, Majelis Hakim Panel telah memberi nasihat pada para Pemohon agar memperbaiki uraian kedudukan hukum dan kerugian konstitusional yang didalilkan berpotensi merugikan hak konstitusional mereka. Namun para Pemohon tidak mampu menguraikan kerugian hak konstitusional tersebut secara spesifik. Selain itu, sambung Enny, para Pemohon tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat antara kerugian yang dialaminya dengan berlakunya Penjelasan Pasal 35 huruf a UU 23/2006.
“Berdasarkan seluruh uraian tersebut, Mahkamah berpendapat para Pemohon tidak mengalami kerugian hak konstitusional, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan berlakunya Penjelasan Pasal 35 huruf a UU 23/2006 serta tidak terdapat pula hubungan sebab akibat antara anggapan kerugian hak konstitusional dengan berlakunya Penjelasan Pasal a quo yang dimohonkan pengujian. Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan,” sebut Enny dalam sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman di Ruang Sidang Pleno MK.
Alhasil dalam amar Putusan Nomor 71/PUU-XX/2022 Mahkamah menyatakan permohonan tidak dapat diterima. “Mengadili, menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima,” tegas Ketua MK Anwar Usman.
Baca juga:
Menguji Konstitusionalitas Perkawinan Beda Agama dalam UU Adminduk
Permohonan Uji Konstitusionalitas Perkawinan Beda Agama Diperbaiki
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.