JAKARTA, HUMAS MKRI - Dakwaan dapat dinyatakan batal demi hukum jika tidak memuat waktu dan tempat tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa. Sebab, hal ini penting dan berpengaruh untuk penentuan kompetensi absolut dan relatif pengadilan, keberlakuan hukum pidana Indonesia, perkara tidak lewat waktu (verjaard), dan tidak nebis in idem. Jika tidak menyebutkan waktu dan tempat sebenarnya, maka sudah pasti dakwaan batal demi hukum.
Demikian keterangan yang disampaikan Andi Hamzah selaku Ahli Hukum Pidana yang dihadirkan Kejaksaan Agung (Pihak Terkait) dalam sidang lanjutan pengujian Pasal 143 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Kamis (4/8/2022). Pada sidang kedelapan Perkara Nomor 28/PUU-XX/2022 yang dimohonkan Direktur PT Karya Jaya Satria Umar Husni (Pemohon) ini, Ketua MK Anwar Usman bertindak sebagai pimpinan sidang dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.
Baca juga:
Aturan Mengenai Surat Dakwaan dalam Uji KUHAP Digugat
Pemohon Uji KUHAP Mengenai Surat Dakwaan Perjelas Argumentasi Permohonan
Lebih lanjut Hamzah mengatakan apabila dalam pembuktian terbukti suatu delik benar terjadi dan terdakwa adalah pelakunya, namun hari dan tanggal yang tertera berbeda dengan kejadian sesungguhnya, maka penuntut umum diperbolehkan untuk mengajukan dakwaan dan dapat memperbaikinya di tempat berlangsungnya persidangan. Diakui oleh Hamzah bahwa berdasar pengalamannya, hakim tidak pernah memutus batal demi hukum dan penuntut umum membuat dakwaan baru. Sebab penuntut umum seharusnya dapat berdiskusi terlebih dahulu dengan Kepala Kejaksaan Negeri dan untuk selanjutnya hakim pun dapat membatalkan lagi.
“Menurut pendapat saya, yang tidak beres salah satunya adalah jaksa atau hakimnya. Jadi hal yang disidangkan ini bukan wewenang Mahkamah Kosntitusi, tetapi Mahkamah Agung. Bahwa surat dakwaan itu adalah akta otentik sama dengan akta notaris. Maka dari itu di sudut atas tertulis ‘pro justitia atau untuk keadilan’ sebagai pengganti materai karena negara yang membuat. Dakwaan itu sedapat mungkin singkat, jelas, dan semua kata dalam dakwaan itu harus dibuktikan,” jelas Hamzah yang menghadiri sidang secara daring.
Baca juga:
Pemerintah: Penerapan Aturan Surat Dakwaan Merupakan Kewenangan Hakim
Kejagung Sebut Aturan Surat Dakwaan Menjaga Hak Terdakwa
Sebagaimana diketahui, Pemohon menyatakan Pasal 143 ayat (3) KUHAP bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Pasal 143 ayat 3 (KUHAP) berbunyi, “Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum”. Berdasarkan dalil yang disebutkan di atas, Pemohon meminta MK untuk menyatakan frasa “batal demi hukum” dalam Pasal 143 ayat (3) KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “harus dikembalikannya berkas perkara kepada penyidik dengan pembatasan perbaikan hanya 1 (satu) kali”.(*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fitri Yuliana