JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) pada Senin (25/7/2022) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan Perkara Nomor 72/PUU-XX/2022 UU MK ini diajukan oleh Zainal Arifin Hoesein, Fardiaz Muhammad, dan Resti Fujianti Paujiah.
Para Pemohon mengujikan 7A ayat (1) UU MK yang menyatakan, “Kepaniteraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 merupakan jabatan fungsional yang menjalankan tugas teknis administratif peradilan Mahkamah Konstitusi dengan usia pensiun 62 (enam puluh dua) tahun bagi panitera, panitera muda, dan panitera pengganti.”
Heru Widodo selaku kuasa hukum para Pemohon dalam persidangan mengatakan Zainal Arifin Hoesein merupakan Panitera MK Periode 2009-2011. Zainal harus berhenti dengan usia pensiun 56 tahun karena ketidakjelasan pengaturan usia pensiun Panitera. Kemudian Fardiaz Muhammad saat ini bekerja di kantor pengacara. Sedangkan Resti Fujianti Paujiah adalah lulusan Sekolah Tinggi Litigasi Indonesia. Fardiaz dan Resti berpotensi masuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) Kepaniteraan MK. Kemudian meniti karir sebagai Panitera di MK.
“Para pemohon merasa dirugikan dan atau pasti dirugikan secara potensial hak kontitusionalnya atas pasal yang diuji dengan alasan Pemohon I adalah mantan panitera yang diangkat berdasarkan keputusan Presiden Nomor 143 dan seterusnya. Oleh karena ketidakjelasan ketentuan mengenai batas usia pensiun pada jabatan panitera di lingkungan MK yang diatur dalam Pasal 7 UU 24/2003 juncto Pasal 7A ayat (1) UU 8/2011 Pemohon I mengalami kerugian atas hak konstitusionalnya,” urai Heru Widodo secara daring di hadapan sidang panel yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
Heru menjelaskan, pada 3 September 2010 Zainal genap berusia 56 tahun. Dengan sendirinya Zainal harus pensiun sebagai pegawai negeri dan secara serta merta juga harus berhenti dari jabatan Panitera MK.
“Apabila merujuk pada jabatan Kepaniteraan (Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti) pada badan peradilan yang berada di bawah lingkungan Mahkamah Agung (MA) yang secara jelas menetapkan batas usia pensiun yaitu 60 tahun bagi jabatan panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pada badan peradilan tingkat pertama dan 62 tahun bagi jabatan Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti pada badan peradilan tingkat banding, maka Pemohon I seharusnya belum pensiun dari pegawai negeri dan berhenti dari jabatannya sebagai Panitera MK,” terang Heru.
Pensiun Usia 65 Tahun
Panitera MK, jelas Heru, adalah salah unsur pimpinan supporting unit di MK yang dibantu panitera muda dengan salah satu syarat jabatan pernah menduduki jabatan panitera muda dan/atau panitera pengganti ahli utama sehingga batas usia pensiun ditentukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku yakni 65 tahun untuk panitera, panitera muda dan panitera pengganti ahli utama. Kemudian batas usia pensiun 62 tahun untuk panitera pengganti ahli madya serta muda, dan 60 tahun untuk panitera pengganti ahli pertama.
“Dengan mengacu pada berbagai ketentuan batas usia pensiun jabatan fungsional Panitera di MA, pengadilan tinggi dan jabatan fungsional keahlian, menentukan usia panitera, panitera muda dan panitera pengganti ahli utama adalah hal yang sangat patut dan layak karena pengaturan usia sebagaiman dimaksud telah diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan. Jenjang karir ASN dalam UU 5/2014, terdapat perubahan pengaturan jenjang karir ASN yang membagi jabatan ke dalam jabatan fungsional, yakni keahlian dan keterampilan. Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi merupakan jabatan fungsional keahlian, yang mana jabatan fungsional keahlian terdiri atas ahli utama, ahli madya, ahli muda dan ahli pertama,” terang Heru.
Heru juga menjelaskan, dengan terjadinya perubahan politik hukum perundang-undangan yang mengatur tentang jabatan fungsional ahli dan tentang usia pensiun ASN dengan berlakunya UU 5/2014 (UU ASN), maka pengaturan tentang usia pensiun ASN khususnya kepaniteraan di MK demi hukum ikut pula berubah. Namun demikian, karena khusus yang berkaitan dengan Kepaniteraan MK, dalam Pasal 24C ayat (6) UUD 1945 dinyatakan, “Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang”, maka perubahan politik hukum yang mengatur tentang masa pensiun ASN, demi kepastian hukum yang adil perlu diatur dengan undang-undang.
Heru pun menegaskan, berlakunya ketentuan pengklasifikasian penetapan usia pensiun di Kepaniteraan MK dalam UU MK yang berbeda pengaturannya dengan penetapan usia pensiun ASN dalam UU ASN, merupakan perlakuan yang tidak mempersamakan kedudukan orang atau pejabat di depan hukum dan pemerintahan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 serta bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang adil sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945
“Untuk memberikan perlakuan yang mempersamakan kedudukan orang atau pejabat di depan hukum dan pemerintahan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 serta memberikan jaminan kepastian hukum yang adil sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, beralasan hukum untuk menetapkan Panitera sebagai jabatan fungsional yang menjalankan tugas teknis administratif peradilan MK dipimpin Panitera dengan kedudukan setara jabatan pimpinan tinggi muda (eselon IA),” ungkap Heru.
Selain itu, sambungnya, dalam menjalankan tugas teknis administrasi peradilan, Panitera perlu dibantu oleh Panitera Muda dengan kedudukan setara jabatan pimpinan tinggi pertama (eselon IIA) dan dibantu oleh Panitera Pengganti Ahli Utama, serta dibantu jabatan fungsional keahlian lainnya bidang teknis administratif peradilan, dan sebuah sekretariat Kepaniteraan. Untuk mempersamakan kedudukan orang atau pejabat di depan hukum dan pemerintahan, kiranya beralasan pula untuk ditetapkan, bahwa usia pensiun Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti ahli utama adalah 65 tahun. Sedangkan usia pensiun untuk Panitera Pengganti Ahli Madya, dan Panitera Pengganti Ahli Muda dan Pertama adalah 62 tahun.
Dalam Petitumnya, Para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 7A ayat (1) UU MK tidak bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang dimaknai: “Kepaniteraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 merupakan jabatan fungsional yang menjalankan tugas teknis administratif peradilan MK dipimpin Panitera dengan kedudukan setara jabatan pimpinan tinggi muda (eselon IA) dibantu Panitera Muda dengan kedudukan setara jabatan pimpinan tinggi pertama (eselon IIA) dan Panitera Pengganti Ahli utama, masing-masing dengan usia pensiun 65 (enam puluh lima tahun) untuk Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti ahli utama, dan 62 (enam puluh dua tahun) tahun untuk Panitera Pengganti ahli Madya, dan Panitera Pengganti Ahli Muda dan Pertama; serta dibantu jabatan fungsional keahlian lainnya bidang teknis administratif peradilan dan sebuah sekretariat Kepaniteraan.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan para pemohon, Ketua MK Anwar Usman meminta para pemohon untuk melihat beberapa putusan MK termasuk putusan MK Tahun 2012 yang mana dalam pertimbangannya mengenai aparat peradilan baik MA, MK termasuk panitera. “Ada beberapa pertimbangan yang saya lihat antara lain belum masuk dalam permohonan tetapi dengan permohonan semacam ini dirasa sudah cukup,” ujar Anwar Usman.
Semantara Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menyarankan para pemohon untuk mengelaborasi kedudukan hukum agar lebih kuat. “Perlu elaborasi yang lebih kuat lagi bagaimana Pemohon I memperoleh atau mengalami kerugian konstitusional demikian juga dengan Pemohon II dan Pemohon III. Mungkin itu bisa lebih dielaborasi lagi lebih lanjut agar kelihatan bagaimana kerugian konstitusional yang dialami oleh para pemohon ini supaya ada pintu masuk bahwa berhak mempermasalahkan norma ini,” tegas Manahan.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Fitri Yuliana.