JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi menggelar sidang lanjutan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada Rabu (20/7/2022) secara daring di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan diajukan oleh Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana dan Sekretaris Jenderal Partai Garuda, Yohanna Murtika. Agenda sidang Perkara Nomor 68/PUU-XX/2022 kali ini adalah pemeriksaan perbaikan permohonan.
Salah seorang kuasa hukum para Pemohon, Desmi Hardi menyampaikan perbaikan permohonan kepada Panel Hakim MK yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Perbaikan antara lain pada batu uji. Pada permohonan awal, Pemohon menggunakan batu uji Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945. Kemudian pada perbaikan permohonan, batu uji diganti menjadi Pasal 6, Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Berikutnya, dalam Kewenangan Mahkamah, para Pemohon telah memasukkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Kemudian dalam permohonan, para Pemohon menambahkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Partai yang menunjukkan para Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Selanjutnya pada bagian alasan permohonan, para Pemohon menambahkan uraian hubungan antara pasal yang diuji dengan pasal-pasal yang menjadi batu uji.
Baca juga:
Partai Garuda Uji Soal Menteri Maju Capres
Sebelumnya, MK pada Kamis (7/7/2022) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 68/PUU-XX/2022 yang diajukan Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana dan Sekretaris Jenderal Partai Garuda, Yohanna Murtika. Para Pemohon menguji Pasal 170 ayat (1) frasa “pejabat negara” UU Pemilu.
Selengkapnya Pasal 170 ayat (1) UU Pemilu menyatakan, “Pejabat negara yang dicalonkan oleh Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali Presiden, Wakil Presiden, Pimpinan dan anggota MPR, Pimpinan dan anggota DPR, Pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota.”
Penjelasan Pasal 170 ayat (1) UU Pemilu menyatakan, “Yang dimaksud dengan “pejabat negara” dalam ketentuan ini adalah: a. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung; b. Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua badan peradilan kecuali Hakim ad hoc; c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Mahkamah Konstitusi; d. Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan; e. Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Komisi Yudisial; f. Ketua dan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi; g. Menteri dan pejabat setingkat Menteri; h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia diluar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkauasa penuh; dan i. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang.”
Menurut para Pemohon, menteri adalah pejabat negara yang tidak dikecualikan untuk mengundurkan diri dalam jabatannya apabila dicalonkan sebagai calon presiden ataupun calon wakil presiden oleh Pemohon atau gabungan partai politik. Menteri yang saat ini tengah menjabat dalam Kabinet Indonesia Maju, potensial mengalami kerugian konstitusional menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. Berbeda halnya dengan gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, walikota atau wakil walikota, apabila dicalonkan sebagai calon presiden ataupun calon wakil presiden hanya memerlukan izin kepada Presiden sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 171 ayat (1) UU Pemilu.
“Perlakuan berbeda antara menteri dengan dengan gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota apabila dicalonkan sebagai presiden dan wakil presiden oleh Pemohon, juga telah mencederai dan menimbulkan ketidakadilan bagi Pemohon, sebagaimana yang dijamin dan dilindungi berdasarkan ketentuan Pasal 22E Undang‑Undang Dasar Tahun 1945,” tegas kuasa hukum Pemohon, Munathsir Mustaman kepada Panel Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Humas: Tiara Agustina.