JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar kembali sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU Perdagangan) pada Rabu (13/7/2022). Sidang pengujian UU Perdagangan perkara Nomor 51/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Muhammad Hasan Basri yang merupakan pedagang lalapan/pecel lele ini digelar di Ruang Sidang Pleno MK dengan dipimpin ketua MK Anwar Usman beserta delapan hakim konstitusi lainnya.
Semula, agenda sidang keempat ini yakni mendengarkan keterangan Ahli Pemohon. Namun, menurut laporan dan catatan Kepaniteraan MK, keterangan tertulis dari Ahli Pemohon baru diajukan kemarin (12/7/2022) sehingga keterangan Ahli Pemohon belum dapat didengar pada persidangan hari ini. Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Persidangan Jarak Jauh disebutkan, keterangan ahli disampaikan kepada Mahkamah paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum persidangan dilaksanakan.
“Untuk itu, sidang ditunda pada hari senin 1 Agustus 2022 dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan Ahli Pemohon,” demikian disampaikan oleh Ketua MK Anwar Usman.
Dalam persidangan, kuasa hukum pemohon Ahmad Irawan menyampaikan permintaan maaf atas keterlambatan keterangan maupun curriculum vitae (CV) dari ahli Pemohon. “Pertama-tama kami menyampaikan permohonan maaf atas keterlambatan keterangan ahli, CV dan surat izin yang kami masukkan ke Mahkamah Konstitusi, Yang Mulia. Sehingga kami menerima penjadwalan ulang yang disampaikan oleh Mahkamah sekaligus juga kami memiliki waktu untuk berkonteks dengan satu ahli ekonomi lagi, Yang Mulia,” ujar Irawan secara daring.
Baca juga:
Minyak Goreng Langka, Pedagang Pecel Lele Uji UU Perdagangan
Pedagang Pecel Lele Perbaiki Permohonan Uji UU Perdagangan
Pemerintah Jelaskan Program Minyak Goreng Curah Rakyat
Sebagai informasi, permohonan Nomor 51/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian UU Perdagangan diajukan oleh Muhammad Hasan Basri yang merupakan pedagang lalapan/pecel lele. Pemohon mengujikan Pasal 29 ayat (1) UU Perdagangan yang menyatakan, “Pelaku Usaha dilarang menyimpan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan Barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas Perdagangan Barang.”
Dalam persidangan pendahuluan yang digelar di MK pada Selasa (26/4/2022), Pemohon menyatakan Pasal 29 ayat (1) UU Perdagangan merugikan hak konstitusional Pemohon karena adanya praktik distribusi dan penyimpanan minyak goreng sehingga terjadilah fenomena kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng. “Berdasarkan norma tersebut meskipun norma itu mengandung larangan tetapi distributor tetap masih bisa menyimpan minyak goreng dalam jumlah dan waktu tertentu. Itulah yang sedang kami uji, Yang Mulia, terkait dengan inti normanya dalam jumlah dan waktu tertentu,” kata Ahmad Irawan selaku kuasa hukum Pemohon.
Lebih lanjut Irawan mengatakan, apabila minyak goreng tidak terdapat di pasaran maka Pemohon tidak dapat bekerja. Namun, Jika harganya tinggi hal tersebut akan berpengaruh kepada daya beli Pemohon dan harga jual beli barang dagangan yang diusahakan. Hal ini menghambat Pemohon dalam bekerja dan berdagang.
“Minyak goreng yang tidak tersedia atau minyak goreng yang mahal menurut batas penalaran yang wajar dapat membuat Pemohon tidak dapat bekerja. Jika Pemohon tidak dapat bekerja maka Pemohon dan keluarga tidak dapat hidup layak. Padahal Pemohon sebagai warga negara sesuai Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 berhak atas pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan,” tegas Irawan.
Dalam petitum, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 29 Ayat (1) UU Perdagangan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Raisa Ayudhita.