JAKARTA, HUMAS MKRI – Perbaikan terhadap permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rusun) yang diajukan oleh sejumlah pemilik kondominium dan hotel (kondotel). Poin-poin perbaikan permohonan Nomor 62/PUU-XX/2022 disampaikan oleh Ilham Hermawan selaku kuasa hukum Pemohon dalam sidang kedua yang digelar pada Selasa (21/6/2022) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan tersebut diajukan oleh Rini Wulandari sebagai Pemohon I, Hesti Br Ginting sebagai Pemohon II, Ir Budiman Widyatmoko sebagai Pemohon III dan Kristyawan Dwibhakti sebagai Pemohon IV. Para Pemohon mendalilkan Pasal 50 UU Rusun yang berbunyi, “Pemanfaatan rumah susun dilaksanakan sesuai dengan fungsi; a. Hunian; atau b. campuran” bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, Ilham Hermawan selaku kuasa pemohon mengatakan telah memperbaiki permohonan sesuai dengan nasihat hakim pada sidang terdahulu.
“Ijin Yang Mulia saya hanya menyampaikan beberapa pokok saja yang sudah kami perbaiki terhadap permohonan. Perbaikan yang dilakukan terdapat pada kewenangan MK telah dimasukkan UU MK. Begitu pula dengan UU Nomor 12 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan juga telah kami masukkan dengan perubahannya di UU 15 dan terakhir UU 13/2022 juga telah kami masukkan ke dalam kewenangan MK,” ujar Ilham secara daring.
Selain itu, Pemohon juga memperbaiki dalil-dalil permohonan, di antaranya mengenai sistem kepemilikan Bersama-sama secara umum digunakan untuk bangunan gedung bertingkat, seperti tempat tinggal, kondotel, tempat usaha, tempat perbelanjaan (mall atau plaza), pertokoan, perkantoran, dan perindustrian. Ilham menambahkan bahwa sistem pemilikan Bersama-sama (condominium) tidak terbatas hanya digunakan untuk tempat tinggal atau rumah.
“Pada beberapa negara sistem pemilikan Bersama-sama menekankan pada kepemilikan properti. Di Inggris disebut dengan joint property. Di Italia menggunakan istilah condominium, sedangkan di Singapura dan Australia menggunakan istilah strata title,” papar Ilham.
Baca juga: Pemilik Kondotel Uji Ketiadaan Frasa “Bukan Hunian” dalam UU Rusun
Dalam sidang sebelumnya, pemohon mendalilkan kondotel yang tidak difungsikan sebagai hunian maupun campuran, berakibat pada satuan unit kondotel yang dimiliki para Pemohon tidak dapat diterbitkan bukti kepemilikan Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun). Kemudian, dalam permohonannya, para Pemohon menilai ketentuan aturan yang mengatur pemanfaatan fungsi rumah susun hanya untuk fungsi hunian dan campuran, yang diatur secara expressis verbis dalam Pasal 50 UU Rusun merugikan hak konstitusional para Pemohon.
Sehingga, berdasarkan alasan-alasan tersebut, para Pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 50 UU Rusun bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk “Bukan Hunian”. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F.