JAKARTA, HUMAS MKRI - Dewan Pers dibentuk oleh pers untuk mengatur dirinya sendiri atau disebut self regulatory body dan mayoritas beranggotakan para profesional media. Tugas utamanya menangani keluhan-keluhan publik terhadap media melalui pembuatan keputusan kolektif. Dengan cara ini, Dewan Pers memberikan jaminan pada publik tentang kualitas informasi yang diterima masyarakat. Hal ini menunjukkan para profesional media bertanggung jawab sehingga pengaturan media oleh pemerintah tidak diperlukan.
Pernyataan tersebut disampaikan Gati Gayatri secara daring dalam sidang kesebelas pengujian materiil Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pada Rabu (8/6/2022) di Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021 ini dimohonkan oleh tiga wartawan sekaligus pimpinan perusahaan pers dan organisasi pers, yakni Heintje Grontson Mandagie, Hans M. Kawengian, dan Soegiharto Santoso. Adapun agenda sidang kali ini yakni mendengar keterangan ahli yang dihadirkan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) selaku Pihak Terkait.
Gati Gayatri dalam kapasitasnya sebagai ahli yang dihadirkan PWI, lebih lanjut menyebutkan kualitas informasi demikian selaras dengan profesionalisme wartawan sebagaimana dirumuskan dalam fungsi Dewan Pers yang termuat dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers. Sejatinya nilai‑nilai profesionalisme ini dijunjung tinggi oleh pers di negara‑negara di dunia. Sebab profesionalisme wartawan demikian diperlukan agar karya-karya jurnalistik wartawan mampu mendukung pelaksanaan tanggung jawab sosial pers serta benar‑benar mampu memberikan manfaat dan pengaruh positif bagi peningkatan kehidupan masyarakat. Keberadaan profesionalisme wartawan dapat ditunjukkan antara lain melalui tiga indikator, yaitu adanya tanggung jawab, kemampuan atau kompetensi, dan sikap etis sesuai kode etik jurnalistik atau pedoman perilaku wartawan dalam pelaksanaan tugas‑tugas jurnalistik.
“Di Indonesia dalam rangka peningkatan kualitas profesi kewartawanan, Dewan Pers sesuai fungsinya telah menetapkan standar kompetensi wartawan melalui Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan DP/10/2018 dan telah melaksanakan uji kompetensi wartawan berdasarkan standar tersebut. Maka menurut saya, standar kompetensi wartawan sebagai alat peningkatan kualitas profesi kewartawanan memang sudah sewajarnya untuk segera dikaji ulang dan disesuaikan dengan kebutuhan kompetensi dalam profesi kewartawanan saat ini,” jelas Gati dalam sidang pleno yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan hakim konstitusi.
Kompetensi Kewartawanan
Berikutnya Gati menyampaikan mengenai perlunya kajian ulang dan penyesuaian standar kompetensi kewartawanan yang dapat dilakukan melalui beberapa cara, di antaranya riset kebutuhan kompetensi di lapangan kerja kewartawanan; melalui adaptasi standar kompetensi wartawan, baik yang standar khusus perusahaan pers atau pendidikan jurnalistik, standar di negara lain, maupun standar internasional yang berlaku di sejumlah negara. Upaya demikian, sambung Gati, sangat perlu dilakukan dengan memperhatikan konteks kebutuhan lapangan kerja kewartawanan dengan bidang‑bidang okupasi dan jabatan yang pada era digital saat ini cenderung mengarah pada spesialisasi.
“Penyusunan standar kompetensi wartawan perlu dilakukan dengan melandaskan berbagai pertimbangan dan pemikiran, di antaranya guna tujuan peningkatan daya saing dan produktivitas wartawan Indonesia dalam industri pers global; menjawab tuntutan peningkatan profesionalisme wartawan pada era industri 4.0 (four point zero) dan mendukung pembangunan nasional menuju Indonesia Emas 2045; adanya demand yang tinggi akan tenaga kerja terampil bidang kewartawanan; perlunya pembentukan kompetensi digital journalism yang sesuai dengan perkembangan iptek, khususnya teknologi informasi dan komunikasi yang mengubah proses bisnis kewartawanan saat ini,” terang Gati.
Baca juga:
Menyoal Konstitusionalitas Fungsi Dewan Pers dalam Menyusun Peraturan
Wartawan Perbaiki Permohonan Uji UU Pers
Pemerintah: Dewan Pers Berfungsi Sebagai Fasilitator Penyusunan Peraturan Bidang Pers
Kekacauan Kemerdekaan Pers Akan Timbul Jika Setiap Organisasi Susun Peraturan
Peraturan Dewan Pers Rugikan Hak Wartawan Indonesia
Dewan Pers, Wakil Negara untuk Jaga Pers Nasional
JMSI: Fungsi Dewan Pers Melindungi Kemerdekaan Pers
Sebagai informasi, permohonan Nomor 38/PUU-XIX/2021 dalam perkara pengujian UU Pers diajukan oleh tiga wartawan sekaligus pimpinan perusahaan pers dan organisasi pers, yakni Heintje Grontson Mandagie, Hans M Kawengian, dan Soegiharto Santoso. Adapun materi yang dimohonkan pengujian yaitu Pasal 15 ayat (2) dan ayat (5) UU Pers.
Pasal 15 ayat (2) UU Pers menyatakan, “Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut: memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.” Kemudian Pasal 15 ayat (5) UU Pers menyatakan, “Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.”
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar secara daring di MK pada Rabu (25/8/2021), para Pemohon menyebutkan sebagai perusahaan dan organisasi pers berbadan hukum merasa terhalangi untuk membentuk Dewan Pers independen serta untuk memilih dan dipilih sebagai anggota Dewan Pers secara demokratis. Tak hanya itu, ketentuan tersebut dinilai para Pemohon menyebabkan hak untuk menetapkan dan mengesahkan anggota Dewan Pers yang dipilih secara independen juga terhalangi. Para Pemohon menyelenggarakan Kongres Pers Indonesia pada 2019 silam yang menghasilkan terpilihnya Anggota Dewan Pers Indonesia. Akan tetapi, karena adanya Pasal 15 ayat (5) UU Pers, hasil Kongres Pers Indonesia tersebut tidak mendapatkan respon dan tanggapan dari Presiden Indonesia.
Selain itu, menurut para Pemohon, keberadaan Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers harus ditinjau kembali karena organisasi-organisasi pers kehilangan haknya dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers. Sebab dalam pelaksanaannya, pasal a quo dimaknai oleh Dewan Pers sebagai kewenangannya berdasarkan fungsi Dewan Pers untuk menyusun dan menetapkan peraturan di bidang pers. Sehingga keberlakuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers oleh masing-masing organisasi pers” karena membatasi hak organisasi-organisasi pers mengembangkan kemerdekaan pers dan menegakan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan, melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.