JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji Pasal 173 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang diajukan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (Prima). Sidang kedua Perkara Nomor 57/PUU-XX/2022 tersebut dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Suhartoyo pada Senin (6/6/2022) di Ruang Sidang Panel MK.
Melalui Togu Van Basten selaku salah satu kuasa hukum menyampaikan poin perbaikan permohonan, di antaranya menyempurnakan bagian kewenangan MK dengan menambahkan UU 12/2011 yang memuat kewenangan MK; melakukan perbaikan mengenai kewenangan ketua umum dan sekretaris partai; mempertegas kerugian konstitusional Pemohon yang sangat dirugikan dengan berlakunya norma a quo. Sebab, sambungnya, atas berlakunya norma tersebut Pemohon berpotensi mendapatkan perlakuan berbeda dibandingkan partai politik yang telah lolos seleksi pada pemilu sebelumnya. Selanjutnya pada bagian pokok permohonan, Pemohon juga menambahkan penjelasan permohonan tidak nebis en idem.
“Berikutnya pada alasan permohonan, Pemohon menyatakan seleksi admisitrasi telah cukup memenuhi syarat untuk mengikuti pemilihan pada masa berikutnya. Apabila pemaksaan berlebihan terhadap partai politik ini dilakukan, maka yang terjadi justru pengulangan sejarah dengan hakikat kekuasaan yang otoriter. Hal ini menutup unsur bagi pihak lain untuk andil dalam kehidupan bernegara. Maka dari 14 yang lolos seleksi faktual, semuanya lolos. Jadi hal ini menunjukkan validitas administrasi negara demikian sudah cukup,” jelas Togu yang menghadiri sidang secara daring.
Baca juga: Partai Rakyat Adil Makmur Persoalkan Konstitusionalitas Aturan Verifikasi Parpol
Untuk diketahui, menurut Pemohon ketentuan verifikasi faktual yang dibebankan pada partai politik nonparlemen untuk memenuhi tahapan verifikasi partai politik peserta kompetisi Pemilu 2024 tersebut tidak adil. Sebab, partai politik yang telah lolos ambang batas perolehan suara minimal partai politik (parliamentary threshold) pada Pemilu 2019 lalu merupakan partai yang telah mapan dan relatif lebih unggul dalam kekuatan struktur, infrastruktur, dan finansial dibandingkan partai nonparlemen termasuk Partai Rakyat Adil Makmur. Perlakuan istimewa ini menurut Pemohon memiliki konsekuensi pada adanya perbedaan kesiapan masing-masing partai politik. Oleh karenanya, penetapan verifikasi partai politik secara faktual tidak lagi relevan serta untuk menjamin kepesertaan partai politik dalam pemilu yang diamanatkan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945.
Atas dasar tersebut, cukup jelas alasan bagi Mahkamah untuk meninjau dan memperbaiki dengan menyatakan Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan konstitusi sepanjang tidak dimaknai ‘Partai politik peserta pemilu merupakan partai politik berbadan hukum dan telah lolos verifikasi administrasi oleh KPU’. Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah untuk meninjau dan memperbaikinya dengan menyatakan Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan konstitusi, sepanjang tidak dimaknai “Partai Politik Peserta Pemilu merupakan Partai Politik berbadan hukum dan telah lolos verifikasi administrasi oleh KPU.”
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fitri Yuliana