JAKARTA, HUMAS MKRI - Fungsi Dewan Pers penting untuk melindungi kemerdekaan pers dan membangun ekosistem pers nasional yang sehat dan profesional dalam memberikan manfaat bagi kemajuan bangsa dan negara. Khususnya pula terkait dengan pendataan perusahaan pers sebagaimana tercantum dalam Pasal 15 huruf f UU Pers, sangat dibutuhkan dan sudah sebagaimana mestinya. Demikian keterangan yang disampaikan Teguh Santosa dari Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) selaku Saksi Pihak Terkait yang dihadirkan Dewan Pers dalam sidang kesepuluh pengujian materiil Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers), pada Kamis (19/5/2022) di Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021 ini dimohonkan oleh tiga wartawan sekaligus pimpinan perusahaan pers dan organisasi pers, yakni Heintje Grontson Mandagie, Hans M. Kawengian, dan Soegiharto Santoso ini.
Teguh lebih lanjut mengatakan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) adalah organisasi perusahaan media siber yang dideklarasikan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada 8 Februari 2020 lalu, telah memiliki akta pendirian serta pengesahannya tercatat dalam SK Menteri Hukum dan HAM RI Nomor AHU-0008715.AH.01.07.TAHUN 2020. Dijelaskan Teguh, organisasi ini dibentuk untuk membangun ekosistem pers yang sehat dengan manajemen perusahaan yang baik untuk menjalankan fungsi edukasi. Selain itu, organisasi ini diharapkan juga mampu bekerja secara profesional dengan melaksanakan seluruh agenda jurnalistik sesuai kode etik jurnalistik, sehingga dihasilkan produk yang positif dan bermanfaat bagi bangsa dan negara.
“JMSI didirikan tidak lain untuk merespons pendirian dunia digital, sebagaimana kita ketahui revolusi digital telah memberikan ruang bagi media-media baru yang memanfaatkan media digital sebagai sarana informasi dan komunikasi. Hal ini terlihat dari penandatanganan Piagam Palembang yang berisi kesepakatan perusahaan media untuk menetapkan standar kompetensi wartawan, yang kemudian sangat penting dalam menjaga profesionalitas kewartawanan,” cerita Teguh secara daring kepada pleno hakim yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan hakim konstitusi.
Sebelum menutup persidangan, Ketua MK Anwar Usman menyebutkan agenda sidang berikutnya akan dilakukan pada Rabu, 8 Juni 2022 pukul 11.00 WIB. Adapun agenda sidang yang akan dilaksanakan yakni mendengarkan keterangan dari Saksi dan Ahli yang dihadirkan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) selaku Pihak Terkait selanjutnya.
Baca juga:
Menyoal Konstitusionalitas Fungsi Dewan Pers dalam Menyusun Peraturan
Wartawan Perbaiki Permohonan Uji UU Pers
Pemerintah: Dewan Pers Berfungsi Sebagai Fasilitator Penyusunan Peraturan Bidang Pers
Kekacauan Kemerdekaan Pers Akan Timbul Jika Setiap Organisasi Susun Peraturan
Peraturan Dewan Pers Rugikan Hak Wartawan Indonesia
Dewan Pers, Wakil Negara untuk Jaga Pers Nasional
Sebagai informasi, permohonan Nomor 38/PUU-XIX/2021 dalam perkara pengujian UU Pers diajukan oleh tiga wartawan sekaligus pimpinan perusahaan pers dan organisasi pers, yakni Heintje Grontson Mandagie, Hans M Kawengian, dan Soegiharto Santoso. Adapun materi yang dimohonkan pengujian yaitu Pasal 15 ayat (2) dan ayat (5) UU Pers.
Pasal 15 ayat (2) UU Pers menyatakan, “Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut: memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.” Kemudian Pasal 15 ayat (5) UU Pers menyatakan, “Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.”
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar secara daring di MK pada Rabu (25/8/2021), para Pemohon menyebutkan sebagai perusahaan dan organisasi pers berbadan hukum merasa terhalangi untuk membentuk Dewan Pers independen serta untuk memilih dan dipilih sebagai anggota Dewan Pers secara demokratis. Tak hanya itu, ketentuan tersebut dinilai para Pemohon menyebabkan hak untuk menetapkan dan mengesahkan anggota Dewan Pers yang dipilih secara independen juga terhalangi. Para Pemohon menyelenggarakan Kongres Pers Indonesia pada 2019 silam yang menghasilkan terpilihnya Anggota Dewan Pers Indonesia. Akan tetapi, karena adanya Pasal 15 ayat (5) UU Pers, hasil Kongres Pers Indonesia tersebut tidak mendapatkan respon dan tanggapan dari Presiden Indonesia.
Selain itu, menurut para Pemohon, keberadaan Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers harus ditinjau kembali karena organisasi-organisasi pers kehilangan haknya dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers. Sebab dalam pelaksanaannya, pasal a quo dimaknai oleh Dewan Pers sebagai kewenangannya berdasarkan fungsi Dewan Pers untuk menyusun dan menetapkan peraturan di bidang pers. Sehingga keberlakuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers oleh masing-masing organisasi pers” karena membatasi hak organisasi-organisasi pers mengembangkan kemerdekaan pers dan menegakan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan, melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.