JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan pengujian formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) digelar secara daring di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (11/5/2022). Sebanyak tiga perkara digabung pemeriksaannya dalam persidangan kali ini, yakni perkara Nomor 47/PUU-XX/2022, 48/PUU-XX/2022, dan perkara Nomor 49/PUU-XX/2022.
Pemohon Perkara 47/PUU-XX/2022, Mulak Sihotang yang berprofesi sebagai supir angkot, tidak hadir menyampaikan perbaikan permohonan secara lisan. Namun demikian, Mulak telah menyerahkan perbaikan permohonan secara tertulis kepada Kepaniteraan MK.
“Nanti akan tetap kami laporkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim untuk memutuskan bagaimana kelanjutan dari permohonan Perkara 47 ini,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat selaku ketua sidang panel.
Selanjutnya, panel hakim memeriksa perbaikan permohonan perkara 48/PUU-XX/2022 yang diajukan oleh Damai Hari Lubis yang berprofesi sebagai advokat. Pemohon melalui kuasa hukum Firly Noviansyah menegaskan bahwa permohonan yang diajukan merupakan pengujian formil UU IKN. Selain itu, Firly juga menyampaikan adanya renvoi terkait redaksional Pemohon.
“Sebelumnya tertulis para Pemohon, kami ganti jadi Pemohon karena Pemohonnya tunggal,” ucap Firly yang juga menguraikan lebih detail alasan-alasan permohonan pengujian formil UU IKN dalam perbaikan permohonan.
Sementara itu, permohonan perkara Nomor 49/PUU-XX/2022 disampaikan secara daring oleh Phiodias Marthias (Pemohon). Phiodias dalam perbaikan permohonan antara lain menegaskan bahwa permohonan yang diajukannya masih dalam tenggat waktu pengujian formil UU IKN. Berikutnya, Pemohon juga menegaskan kedudukan hukum dengan sejumlah alasan Pemohon sebagai pegiat sosial dan advokat. Kemudian Pemohon menyampaikan kerugian-kerugian konstitusional yang dialami dalam kedudukan hukum.
Baca juga:
Sopir Angkot Persoalkan Lokasi Baru dan Pendanaan Ibu Kota Negara
Sebelumnya, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan perkara Nomor 47/PUU-XX/2022 yang digelar di MK pada Selasa (19/4/2022) Mulak Sihotang (Pemohon) mendalilkan pembentukan UU IKN sejak mulai dari perencanaan, penyusunan, pengesahan, atau penetapan harus bersifat transparan dan terbuka serta melibatkan partisipasi masyarakat. Pemohon mendapati beberapa prosedur yang dilanggar dalam proses pembentukan UU IKN, yakni UU Penataan Tata Ruang Nomor 7 Tahun 2007, Perda Nomor 10 Tahun 2004 tentang Rencana Induk Tata Ruang Provinsi Kalimantan Timur, dan Perda Nomor 12 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Akibat dilanggarnya peraturan perundang-undangan tersebut berakibat pada cacat formil dari UU IKN.
Di samping itu, menurut Pemohon jika melalui prosedur yang benar, seharusnya rencana induk tata ruang provinsi Kalimantan Timur direvisi terlebih dahulu agar didapatkan rekomendasi untuk pembuatan master plan Ibu Kota Nusantara. Sehingga ketika pindahnya Ibu Kota Negara diharapkan mendapatkan izin terlebih dahulu dari pemerintah setempat dan tidak memindahkan secara serta-merta begitu saja.
Baca juga:
Minim Partisipasi Masyarakat, UU IKN Minta Dinyatakan Inkonstitusional
Sementara Pemohon perkara Nomor 48/PUU-XX/2022 Damai Hari Lubis melalui kuasa hukumnya, Arvid Martdwisaktyo selaku kuasa hukum Pemohon mendalilkan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) dalam UU IKN hanya butuh 42 hari dan pembentukannya tidak disusun dan dibentuk dengan perencanaan yang berkesinambungan. Dari Dokumen Perencanaan Pembangunan, Perencanaan Regulasi, Perencanaan Keuangan Negara dan Pelaksanaan Pembangunan. Hal ini karena rencana perpindahan Ibu Kota Negara tidak pernah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, Undang-Undang No. 39/2008 tentang Kementerian Negara dan tidak tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019.
“Ibu Kota Negara mendadak muncul dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024. Namun meskipun demikian, anggaran Ibu Kota Negara tidak pernah ditemukan dalam Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, 2021 dan 2022,” ujar Arvid dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan di MK pada Selasa (19/4/2022).
Baca juga:
UU IKN Dinilai Berpotensi Ganggu Masa Depan Bangsa
Sedangkan Pemohon Perkara 49/PUU-XX/2022 Phiodias Marthias mendalilkan UU IKN berpotensi menyebabkan terganggunya eksistensi masa depan bangsa Indonesia. Gagasan pembentukan UU IKN berpotensi menjadi beban masa depan bangsa. Hal tersebut terjadi karena landasan pertimbangan pembentukan UU IKN tidak memperhatikan perlunya penguatan pondasi pembangunan pencerdasan bangsa sebelum perjalanan bangsa melangkah lebih jauh.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Humas: Tiara Agustina.