JAKARTA, HUMAS MKRI – Sejumlah pensiunan PNS dan BUMN memperbaiki permohonan uji materiil Pasal 222 dan Pasal 223 Undang-undang (UU) No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perbaikan permohonan Nomor 42/PUU-XX/2022 digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (9/5/2022).
Santi Lisina selaku kuasa hukum menyebut Pemohon telah melakukan sejumlah perbaikan. Perbaikan permohonan antara lain terhadap frasa “permohonan PUU terhadap UUD baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri” sudah disisipkan pada paragraf pertama permohonan ini. Selain itu menghapus data CV para Pemohon dalam permohonan.
“Selanjutnya Kewenangan Mahkamah dalam permohonan ini sudah kami perbaiki sesuai Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 2 Tahun 2021,” kata Santi kepada Panel Hakim yang dipimpin Wakil Ketua MK Aswanto.
Berikutnya, para Pemohon juga sudah meringkas permohonan dari 95 halaman menjadi 73 halaman yang terdiri dari 48 halaman utama dan 25 halaman lampiran. Pembahasan mengenai topik demokrasi dan oposisi resmi parlemen yang semula diletakkan pada paragraf 104 permohonan, dipindahkan pada bagian lampiran. Lainnya, para Pemohon memperbaiki dan menguraikan lebih detail bagian kedudukan hukum.
Baca juga: UU Pemilu Diuji, Pemohon Minta MK Cantumkan Ambang Batas Atas Pencalonan Presiden
Pada sidang sebelumnya, para Pemohon mendalilkan pasal tersebut hanya mencantumkan ambang batas minimal tanpa ambang batas atas. Hal ini berpotensi merugikan hak konstitusional Pemohon sebab berpedoman pada kontestasi pada pemilu 2014 dan 2019 lalu dengan tidak adanya batas maksimal ambang batas tersebut, partai politik yang berkoalisi memborong kursi anggota dewan atau suara sah nasional. Dengan kata lain, hak para Pemohon untuk mendapatkan kandidat pasangan calon presiden dan wakil presiden dibatasi oleh syarat minimal ambang batas tanpa dilengkapi dengan maksimal ambang batasnya.
Sementara berpedoman pada Pasal 223 UU Pemilu yang berbunyi, ”Penentuan calon presiden dan/atau calon wakil presiden dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan mekanisme internal partai politik bersangkutan” dan Penjelasannya, dinilai tidak memuat asas inklusivitas, transparan, dan terbuka. Hal ini terjadi akibat pemaknaan yang dipahami semua partai politik bahwa penentuan calon presiden dan/atau calon wakil presiden menjadi bagian dari hak prerogatif ketua umum partai politik dengan atau tanpa persetujuan/pertimbangan pengurus Parpol yang lain. Dengan demikian, hal ini berpotensi menghilangkan kesempatan terpilihnya para Pemohon yang juga menjadi bagian dari putra/putri terbaik Indonesia yang lain.
Oleh karena itu, dalam petitum, para Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 222 dan Pasal 223 UU Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.(*)
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina