JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruhnya permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) yang diajukan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak. “Amar putusan mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” tegas Ketua Pleno Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan Perkara Nomor 23/PUU-XX/2022 pada Rabu (20/4/2022).
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul, setelah Mahkamah mempelajari dengan saksama petitum yang dimohonkan Pemohon dengan menambah norma “i. menetapkan dan/atau mengatur upaya penyelesaian sengketa konsumen secara sepihak tanpa persetujuan dan kesepakatan konsumen” dalam Pasal 18 ayat (1) UU 8/1999. Petitum tersebut menurut Mahkamah, bukanlah merupakan pemaknaan atas suatu norma, karena norma yang berhubungan dengan penyelesaian sengketa konsumen tidak terdapat dalam norma dasar Pasal 18 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen. Petitum Pemohon tersebut berarti meminta Mahkamah untuk menambahkan norma baru padahal kewenangan Mahkamah adalah menafsirkan atau memaknai norma dalam suatu undang-undang dalam rangka menegakkan supremasi konstitusi. Sedangkan perubahan norma seperti permohonan Pemohon merupakan kewenangan yang dimiliki oleh pembentuk Undang-Undang.
Oleh karena itu, meskipun objek permohonan yang dimohonkan pengujian konstitusionalitas oleh Pemohon adalah undang-undang, in casu Pasal 18 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen yang merupakan kewenangan Mahkamah untuk mengadilinya, namun keinginan Pemohon agar Mahkamah menambahkan sebuah norma baru dalam rumusan Pasal 18 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen adalah tidak beralasan menurut hukum.
“Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum sebagaimana telah diuraikan di atas, menurut Mahkamah, permohonan Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” kata Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul yang membacakan pendapat Mahkamah.
Baca juga: Ungkit Kembali Kasus Grab, Zico Leonard Uji UU Perlindungan Konsumen
Kemudian, Mahkamah mempelajari dengan saksama dalil-dalil yang diuraikan Pemohon dalam permohonannya, Mahkamah menilai permasalahan yang diajukan oleh Pemohon lebih merupakan permasalahan implementasi norma yang dialami oleh Pemohon dalam hubungan Pemohon sebagai konsumen layanan jasa transportasi daring yang terikat pada perjanjian baku yang telah ditentukan oleh pelaku usaha (Grab Indonesia).
Apabila dikaitkan dalam konteks hukum perlindungan konsumen, menurut Mahkamah, sebagaimana telah dikenal sebagai doktrin let the buyer beware, yang berarti dalam suatu hubungan jual beli, konsumen/pembeli wajib untuk berhati-hati dalam setiap transaksi jual-beli yang dilakukan. Dalam konteks choice of law dan choice of forum, konsumen dapat memilih apakah tunduk pada forum penyelesaian dalam perjanjian baku atau mengajukan gugatan di pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal tergugat. Penyelesaian sengketa konsumen di antara pihak berdasarkan perjanjian biasa maupun perjanjian baku diperbolehkan melakukan pilihan forum secara sukarela sebagaimana diatur oleh ketentuan Pasal 45 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen, sehingga permohonan Pemohon kontradiktif dengan Pasal a quo. “Oleh karenanya apabila Mahkamah mengabulkan permohonan Pemohon, justru dapat menimbulkan ketidakpastian hukum,” ujar Manahan.
Baca juga: Pemohon Sebut UU Perlindungan Konsumen Beri Celah Pelaku Usaha Zalimi Konsumen
Sebagaimana diketahui, Zico Leonard selaku Pemohon Perkara 23/PUU-XX/2022 ini mendalilkan kerugian konstitusional secara faktual akibat diundangkannya ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan, “Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausul baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila: a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barangdan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen …”.
Mengenai pokok persoalan, sekitar Agustus 2019 Pemohon mengikuti tantangan yang diselenggarakan Grab Indonesia. Kalau ada pelanggan yang menaiki grab bike sebanyak 74 kali, maka akan menerima hadiah Rp 1 juta. Pemohon berhasil menyelesaikan tantangan tersebut dalam waktu satu minggu. Namun hadiah Rp 1 juta tak kunjung didapat Pemohon. Kemudian pada 10 Agustus 2019, pihak Grab Indonesia mengubah syarat dan ketentuan tantangan yang telah dibuat, yang menurut Pemohon, bertentangan dengan UU No. 8 Tahun 1999. Akhirnya Pemohon menggugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mempermasalahkan Grab Indonesia yang secara sepihak mengubah syarat dan ketentuan tantangan. Grab Indonesia baru memberikan hadiah setelah digugat terlebih dahulu.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 18 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk juga: “... i. menetapkan dan/atau mengatur upaya penyelesaian sengketa konsumen secara sepihak tanpa persetujuan dan kesepakatan konsumen.” (*)
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayudhita