JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian formil dan materiil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) pada Selasa (12/4/2022). Permohonan Nomor 39/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Sugeng, pensiunan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Sugeng (Pemohon) mengatakan pembentukan UU IKN melanggar prinsip-prinsip yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perumusan dan penetapan UU IKN dibuat secara tergesa-gesa dan sebatas formalitas.
“Jadi, pada tanggal 29 September Presiden mengajukan RUU tersebut ke DPR yang kemudian dibuat penetapan rapat untuk pansus. Dalam waktu singkat pula itu dilakukan pemanggilan-pemanggilan ahli hukum. Dalam waktu kurang 40 hari UU tersebut sudah disahkan oleh DPR,” kata Sugeng memaparkan alasan pengujian formil UU IKN.
Sedangkan untuk alasan pengujian materiil, Sugeng berpendapat kondisi negara sedang mengalami pandemi Covid-19 membutuhkan banyak biaya dibandingkan kepentingan perpindahan ibu kota. Bukan hanya itu, Sugeng menambahkan, sebaiknya anggaran negara yang ada digunakan untuk membayar hutang pemerintah, bencana alam, pembaruan alutsista TNI, pendidikan, dan Pemilu.
Selain itu, Sugeng mengatakan perpindahan ibu kota negara ke Kalimantan akan beresiko merusak lingkungan hidup, rusaknya kehidupan fauna dan flora. Hal ini sebagai dampak pembangunan kota, perumahan penduduk, pertokoan, pasar. Hutan Kalimantan yang dikenal sebagai paru-paru dunia bisa jadi kedepannya hanya tinggal kenangan karena ulah manusia. Dalam kondisi sekarang saja di Kalimantan sudah terjadi banjir, apalagi nanti kalau ibu kota pindah ke Kalimantan.
Oleh karena itu, menurut Sugeng, sebaiknya Pemerintah fokus berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pembangunan nasional. Dalam petitumnya Sugeng meminta MK membatalkan UU IKN.
Perbaikan Total
Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menyarankan Pemohon untuk mempelajari Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) dan melihat permohonan-permohonan sebelumnya yang terdapat di website MK. Selain itu, Manahan juga menyarankan pemohon untuk menguraikan kerugian konstitusional yang dialami Pemohon.
Sementara Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menasihati Pemohon untuk memperbaiki format permohonan, khususnya pengujian materiil.
“Kelihatannya perlu ada perubahan total terhadap permohonan ini. Jadi, untuk mengajukan permohonan, acuannya di dalam PMK 2 Tahun 2021. Nah itu ada pengujian formil dan pengujian materiil,” jelas Daniel.
Hal senada dikatakan oleh Ketua Panel Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang menasihati Pemohon untuk memperbaiki sistematika permohonan yang memenuhi syarat. Arief mengatakan, sistematika memenuhi syarat itu terdiri dari perihal pengujian, identitas Pemohon, kewenangan MK, legal standing dan alasan permohonan.
“Jadi (permohonan) ini harus diperbaiki total menyeluruh,” jelas Arief.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Tiara Agustina.