JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang perdana pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (23/3/2022). Permohonan yang teregistrasi sebagai Perkara Nomor 31/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Hasanuddin selaku Anggota DPRD Kalimantan Timur. Hasanudin sebagai Pemohon yang diwakili kuasa hukum Ilhamsyah menguji Pasal 112 ayat (4) UU Pemda yang berbunyi, “Ketua dan Wakil Ketua DPRD Provinsi diresmikan dengan Keputusan Menteri”.
Pemohon adalah Anggota DPRD Kalimatan Timur dari Fraksi Golkar. Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan adanya kerugian faktual dan potensial menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan terjadi, dengan belum diresmikannya Pemohon sebagai Ketua DPRD Kalimantan Timur oleh Menteri Dalam Negeri hingga saat ini untuk menggantikan Ketua DPRD Kalimantan Timur atas nama H. Makmur.
Pemohon merasa ada ketidakpastian hukum bahwa Ketua DPRD Kalimantan Timur atas nama H. Makmur untuk periode 2019-2024 yang telah diberhentikan oleh Keputusan Ketua Umum dan Sekjen DPP Golkar No. B-600/Golkar/VI/2021 atas Pergantian Antarwaktu Pimpinan DPRD Provinsi Kalimantan Timur tertanggal 16 Juni 2021, Surat Keputusan DPRD Provinsi Kalimantan Timur No. 36 Tahun 2021 tertanggal 2 November 2021, Surat DPRD Provinsi Kalimantan Timur No. 160/II.I-1407/Set-DPRD yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Kalimantan Timur tertanggal 16 November 2021 tentang Usul Penggantian Ketua dan Penetapan Calon Pengganti Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Timur sisa masa jabatan 2019-2024.
“Legitimasi Pemohon untuk menjadi Ketua DPRD Kalimantan Timur nampaknya diabaikan oleh H. Makmur yang masih menduduki jabaran Ketua DPRD Kalimantan Timur, masih mengatasnamakan dirinya sebagai Ketua DPRD Kalimantan Timur, serta masih menandatangani berbagai surat DPRD untuk bermacam agenda kegiatan dan sebagainya,” jelas Ilhamsyah kepada Ketua Panel Aswanto.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pasal 112 ayat (4) UU 23/2014 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “diresmikan dengan Keputusan Menteri” tidak dimaknai “Keputusan meresmikan yang didasarkan pada kewenangan terikat menteri dan bersifat deklaratif dengan mewajibkan menindaklanjuti proses administratif terhadap keputusan hak istimewa partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPRD Provinsi hasil dari perolehan suara pemilu dalam menentukan pimpinan DPRD Provinsi”.
Kasus Konkret
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mencermati permohonan Pemohon sudah cukup rapi dan lengkap, meski ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu Enny menyarankan Pemohon agar melihat Peraturan MK (PMK) No. 2 Tahun 2021 terkait sistematika permohonan pengujian undang-undang, mulai dari Identitas Pemohon, Kewenangan Mahkamah, Kedudukan Hukum, Posita, Petitum.
“Permohonan Saudara merupakan kasus konkret. Karena merupakan kasus konkret dan Saudara sudah menguraikan syarat kerugian konstitusional, maka ini yang sebenarnya yang harus Saudara kemukakan. Karena Saudara sedang menguji norma. MK tidak pernah menyelesaikan kasus konkret tapi menguji norma,” ucap Enny.
Sementara Hakim Konstitusi Suhartoyo menilai permohonan Pemohon sederhana dan materinya mudah dipahami. “Kalau melihat naskah permohonan Pemohon memang sederhana dan Mahkamah sudah dapat menangkap apa yg diinginkan Pemohon,” kata Suhartoyo.
Namun di sisi lain, Suhartoyo masih belum melihat adanya penjelasan pada norma yang diuji terkait persetujuan atau tidaknya dari Menteri Dalam Negeri mengenai peresmian Pemohon sebagai Ketua DPRD Kalimantan Timur. Ternasuk juga bukti-buktinya bahwa Menteri Dalam Negeri bisa menyetujui atau tidak. “Kami belum mendapat gambaran yang jelas soal persetujuan atau tidaknya dari Menteri Dalam Negeri,” tegas Suhartoyo.
Selanjutnya, Ketua Panel Aswanto mengatakan bahwa sistematika permohonan Pemohon. “Tetapi karena permohonan terlalu panjang, pengertiannya bisa membingungkan kita. Apa yang Saudara ingin sampaikan menjadi tidak fokus,” tandas Aswanto.(*)
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: M. Halim