JAKARTA, HUMAS MKRI – UUD 1945 sebagai konstitusi membagi dua kekuasaan kehakiman dengan kewenangan berbeda, yakni Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Kewenangan MA disebutkan dalam Pasal 24A UUD 1945 dan MK disebutkan dalam Pasal 24C UUD 1945. Demikian disampaikan oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra saat menjadi pembicara pada kegiatan Pendidikan Pendidikan Khusus Advokat (PKPA) yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) bekerjasama dengan Fakultas Agama Islam Universitas Islam 45 Bekasi (UNISMA).
Dikatakan Saldi, Pasal 24 UUD 1945 yang direvisi memberikan pengelompokkan mengenai siapa pemegang kekuasaan kehakiman. “Pasal 24A itu bicara tentang MA sebagai salah satu pemegang kekuasaan kehakiman, kemudian 24C bicara MK sebagai salah satu pemegang kekuasaan kehakiman dengan tugas dan kewenangannya yang ditentukan dalam konstitusi,” jelas Saldi yang hadir memberikan materi secara daring pada Senin (21/3/2022).
Lebih Lanjut Saldi mengatakan, MK memiliki lima kewenangan yang dimiliki. Adapun kewenangan tersebut yakni menguji Undang-Undang (UU) terhadap Undang-Undang Dasar (UUD), memutus sengketa kewenangan konstitusional warga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus hasil pemilihan umum (pemilu) dan memberikan pendapat terhadap pendapat DPR perihal apakah presiden memenuhi syarat untuk diberhentikan di tengah jalan (pemakzulan atau impeachment).
Namun dalam perjalanannya, Saldi melanjutkan, MK mendapatkan tugas tambahan yang diberikan oleh UU sebagai peradilan sementara untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilihan kepala daerah (pilkada). “Jadi, ada lima kewenangan dalam Konstitusi ditambah satu kewenangan yang ada di UU yakni tentang penyelesaian sengketa hasil pilkada,” ujar Saldi.
Saldi juga mengatakan, mahkota dari MK adalah pengujian UU terhadap UUD. Hal itu dikarenakan ide dasar munculnya MK untuk menguji UU terhadap UUD 1945 dalam rangka melindungi hak konstitusional hak warga negara. Sedangkan kewenangan yang lain, Saldi menjelaskan bahwa hal tersebut dianggap kewenangan yang ditambahkan kemudian.
Selain itu, Saldi juga menyebut kelima kewenangan MK tersebut saling berhimpitan dengan politik ketatanegaraan. “Pengujian UU terhadap UUD jelas, begitu juga memutus sengketa antar lembaga negara misalnya. Beda dengan MA misalnya yang tugasnya itu lebih menangani kasus konkret. Kalau pengujian UU itu bukan kasus konkret yang dinilai adalah norma. Bagaimana norma itu diuji terhadap konstitusi,” tegas Saldi. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.