JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan oleh para Pemohon tidak dapat diterima. “Amar putusan mengadili, menyatakan permohonan tidak dapat diterima,” tegas Ketua Pleno Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan, pada Selasa (25/1/2022).
Mahkamah mempertimbangkan dalil para Pemohon yang menyatakan walaupun Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 dalam pengujian formil UU Cipta Kerja yang menyatakan UU a quo inkonstitusional bersyarat. Namun pengujian materiil masih dapat dilakukan, sebab UU Cipta Kerja masih tetap berlaku.
Terhadap dalil para Pemohon tersebut, menurut Mahkamah, secara formil UU Cipta Kerja telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah dalam Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, sehingga secara formal tidak sah berlaku sampai ada perbaikan formil selama masa tenggang waktu dua tahun dimaksud.
Mahkamah berpendapat, masa dua tahun tersebut adalah masa perbaikan formil. Hal itu disebabkan dalam masa perbaikan formil tersebut tidak tertutup kemungkinan adanya perubahan atau perbaikan substansi yang dilakukan oleh pembentuk undang-undang. Terlebih lagi dalam amar putusan a quo angka 7, Mahkamah menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.
“Dengan demikian, menurut Mahkamah, permohonan para Pemohon menjadi prematur. Pertimbangan demikian disebabkan oleh karena permohonan a quo diajukan setelah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020 bertanggal 25 November 2021,” ucap Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul yang membacakan pendapat Mahkamah.
Baca juga: Dokter Hewan Uji UU Cipta Kerja
Sebagaimana diketahui, Perkara Nomor 64/PUU-XIX/2021 diajukan oleh Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia dan lima Pemohon lainnya. Para Pemohon melakukan uji materiil Pasal 34 angka 16 ayat (2) dan Pasal 34 angka 17 ayat (1) UU Cipta Kerja mengenai perubahan Pasal 69 ayat (2) dan Pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Pemohon I sebagai badan hukum privat sebagai wadah perhimpunan profesi dokter hewan di Indonesia yang mewakili dan melayani kepentingan profesi veteriner/dokter hewan dan memiliki komitmen untuk mengupayakan pencapaian terbaik dari profesinya dan untuk pelestarian hewan dan kelestarian ekosistem (manusia, hewan,tumbuhan, lingkungan). Pemohon II - Pemohon VI adalah perorangan warga negara Indonesia, baik dalam kapasitasnya sebagai profesi dokter hewan dan pengguna jasa dokter hewan, secara konstitusional telah dirugikan pemenuhan hak konstitusionalnya.
Para Pemohon, baik dalam kapasitasnya sebagai profesi dokter hewan maupun sebagai pengguna jasa dokter hewan, dirugikan hak konstitusionalnya dalam memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak meskipun telah dijamin konstitusi dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945. Perubahan UU No. 18/2009 dalam UU Cipta Kerja mengalami suatu pergeseran, bahwa setiap orang yang berusaha di bidang pelayanan kesehatan, semula wajib memiliki izin usaha, kini wajib memenuhi perizinan berusaha.
Pergeseran tersebut di atas, menurut para Pemohon, meskipun terlihat sederhana namun menjadi penghalang dan melanggar hak konstitusional Pemohon II sampai dengan Pemohon V yang senyatanya termasuk sebagai stakeholders atas keberlakuan Pasal 34 angka 16 ayat (2) UU Cipta Kerja.
Baca juga: Para Dokter Hewan Perbaiki Permohonan UU Cipta Kerja
Para Pemohon sebagai representasi profesi dokter hewan dan pengguna jasa dokter hewan justru pada akhirnya tidak dapat memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak dengan diberlakukannya Pasal 34 angka 16 ayat (2) dan Pasal 34 angka 17 ayat (1) UU Cipta Kerja manakala “Perizinan Berusaha” mewajibkan persyaratan yang bertolak belakang dengan ide “Kemudahan dalam proses pengajuan perizinan berusaha” dan/atau landasan filosofis Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 sebagai landasan filosofis UU Cipta Kerja.
“Perizinan Berusaha” yang dimaksud Pasal 34 angka 16 ayat (2) dan Pasal 34 angka 17 ayat (1) UU Cipta Kerja adalah perizinan berusaha berbasis risiko. Perizinan berusaha berbasis risiko ini membawa konsekuensi perizinan berusaha pada subsector peternakan dan kesehatan hewan mempunyai tingkat risiko dan peringkat skala kegiatan usaha meliputi UMKM dan/atau usaha besar. Kegiatan usaha pada subsektor pertanian dan kesehatan hewan dikategorikan sebagai usaha kecil, maka paling tidak “setiap orang yang berusaha di bidang pelayanan kesehatan” dan “tenaga kesehatan hewan yang melakukan pelayanan kesehatan hewan” harus memiliki modal usaha lebih dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk memulai dan/atau melanjutkan pekerjaannya.(*)
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayudhita