JAKARTA, HUMAS MKRI – Aturan syarat usia bagi calon Anggota KPU dan Bawaslu sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b dan Pasal 117 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) diuji. Kedua pasal tersebut mensyaratkan minimal usia sekurang-kurangnya 40 tahun untuk menjadi anggota KPU menciderai asas persamaan di muka hukum.
Musa Darwin Pane yang merupakan seorang advokat tercatat sebagai Pemohon Perkara Nomor 1/PUU-XX/2022. Dalam sidang perdana yang digelar pada Rabu (12/1/2022), Sahat Maruli T. Situmeang, salah seorang kuasa hukum Pemohon menyebut kedua pasal yang diujikan telah melanggar hak konstitusional Pemohon.
“Karena pada saat Pemohon mengikuti seleksi menjadi anggota KPU, Pasal 11 huruf b dan Pasal 85 huruf b Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 menegaskan batas usia peserta seleksi KPU RI dan Bawaslu RI sekurang-kurangnya 35 tahun untuk KPU dan/atau Bawaslu di tingkat pusat. Sedangkan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota sekurang-kurangnya 30 tahun. Oleh karena itu, ketentuan pasal tersebut bersifat diskriminatif,” tegas Sahat kepada Panel Hakim MK yang dipimpin Hakim Konstitusi Saldi Isra.
Pemohon adalah peserta seleksi anggota KPU Republik Indonesia periode 2022 - 2027 sebagaimana bukti pendaftaran, CP-KPU-00306 yang berkepentingan langsung dengan adanya perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, khusus Pasal 21 ayat (1) huruf b dan Pasal 117 ayat (1) huruf b yang dimohonkan.
“Ketentuan Pasal 21 ayat (1) huruf b, Pasal 117 ayat (1) huruf b UU Pemilu dirasa diskriminatif, sehingga menghalangi hak asasi Pemohon, yakni hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum terhadap Pemohon sebagai akademisi dan profesional berumur di bawah 40 tahun untuk menjadi anggota komisoner KPU dan Bawaslu. Padahal mengenai batas umur 35 tahun untuk menjadi bakal calon anggota KPU dan/atau Bawaslu sudah pernah diuji berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 102/PUU-XIV/2016 tanggal 12 Maret 2017 yang secara pokok umur sekurang-kurangnya 35 tahun untuk menjadi KPU dan/atau Bawaslu tersebut konstitusional. Namun, pemerintah dalam hal ini Presiden dan DPR mengubahnya menjadi 40 tahun dalam UU Pemilu,” papar Andreas Situmeang, kuasa hukum Pemohon lainnya.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta untuk menyatakan Pasal 21 ayat (1) huruf b UU Pemilu sepanjang frasa pada saat pendaftaran berusia paling rendah 40 tahun untuk calon anggota KPU, berusia paling rendah 35 tahun untuk calon anggota KPU provinsi, dan berusia paling rendah 30 tahun untuk calon anggota KPU kabupaten/kota bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘pada saat pendaftaran berusia paling rendah 25 tahun untuk calon anggota KPU, berusia paling rendah 30 tahun untuk calon anggota KPU provinsi, berusia paling rendah 30 tahun untuk calon anggota KPU kabupaten/kota’.
“Menyatakan Pasal 117 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Lembaran Negara Nomor 182 Tahun 2017, sepanjang frasa pada saat pendaftaran berusia paling rendah 40 tahun untuk calon anggota Bawaslu, berusia paling rendah 35 tahun untuk calon anggota Bawaslu provinsi, dan berusia paling rendah 30 tahun untuk calon anggota Bawaslu kabupaten/kota, dan paling rendah 25 tahun untuk calon panwaslu kecamatan, panwaslu kelurahan atau desa, dan pengawas TPS bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak 10 dimaknai ‘pada saat pendaftaran berusia paling rendah 35 tahun untuk calon anggota Bawaslu, berusia paling rendah 30 tahun untuk calon anggota Bawaslu provinsi, dan berusia paling rendah 25 tahun untuk calon anggota Bawaslu kabupaten/kota, dan paling rendah 20 tahun untuk calon panwaslu kecamatan, panwaslu kelurahan atau desa, dan pengawas TPS’,” tandas Andreas.
Nasihat Hakim
Terhadap dalil-dalil Pemohon, Ketua Panel Saldi Isra meminta Pemohon agar mencantumkan UU Mahkamah Konstitusi yang terbaru karena dalam permohonan di bagian Kewenangan Mahkamah, Pemohon mencantumkan UU No. 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi. Selain itu Saldi menyarankan agar Pemohon lebih menjelaskan dan menguraikan kerugian hak konstitusional Pemohon.
“Saudara jelaskan kerugian hak konstitusional, menunjuk pasal dalam Undang- Undang Dasar Tahun 1945 yang hak-hak konstitusional Saudara itu dirugikan dengan berlakunya norma a quo, menjelaskan kerugian hak konstitusional Saudara dengan menggunakan pengalaman Saudara pernah ditolak karena tidak memenuhi syarat untuk mencalonkan jadi anggota KPU,” ujar Saldi.
Sedangkan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menasehati Pemohon, terkait petitum. “Yang ini sepintasnya, Saudara ingin dimaknai semuanya diturunkan 5 tahun mengenai batas usia minimal menjadi anggota KPU. Misalnya dalam Pasal 117 itu yang 40 tahun jadi 35 tahun, Nah, hal itu perlu jelaskan alasan-alasannya. Tidak sekadar meminta turun batas usia. Berikan uraian alasannya, supaya itu tergambar dalam Posita Saudara,” ucap Wahiduddin.
Selanjutnya Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul menyoroti kedudukan hukum Pemohon.
“Perlu ketegasan, jalur mana yang Anda tempuh untuk mengajukan permohonan ini. Kalau dia mengatasnamakan atau mewakili yayasan, uraiannya apa, kerugian yayasan di sana, ya. Di bidang mana dia bergerak? Apakah Kemasyarakatan, pendidikan, dan lain sebagainya. Nah,di situ kerugian konstitusionalnya yang mana? Jadi, itu nanti yang harus diuraikan,” kata Manahan.
Kemudian mengenai dasar pengujiannya yaitu Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, Manahan mengomentari jangan asal dibuat saja menjadi dasar pengujian secara tertulis, tapi harus diuraikan dengan jelas dimana pertentangannya dengan norma yang Tiga pasal yang menjadi dasar pengujian tersebut harus diuraikan pertentangannya. (*)
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Lulu Anjarsari P
Humas: Fitri Yuliana